Dimuat Pontianak Post bersambung 12 Februari 2006
Coba Bertahan Meski Nyaris Dilupakan
Orkes Sinar Purnama, Satu yang Tersisa di Sambas (1)
Kepalanya mengangguk-angguk dan sepatunya yang mengkilap itu sesekali diketukkan ke lantai mengikuti irama yang mengalun. Tampak jelas kalau ia sangat menikmati. Malam itu, Gubernur Kalbar, H Usman Ja'far terus terbuai oleh merdunya lagu yang dibawakan oleh Orkes Keroncong Sinar Purnama dari Selakau.
Catatan Uray Ronald, Sambas
DI Balairung Rumah Dinas Bupati Sambas, H Muhammad Arif (65) terdiam sejenak sambil mengenang masa lalu. Ketika itu, ia masih aktif di Orkes Keroncong Mawar Putih. Waktu memang terus menggerogoti tanpa kenal kompromi. Tanpa terasa, dua puluh tahun telah berlalu dan satu demi satu rekannya pun pergi tak kembali.
"Saya tak ingin budaya ini punah," kata Arif di sela Acara Ramah Tamah Peringatan Hari Kesatuan Gerak ke-33 PKK Tingkat Propinsi. Berangkat dari keinginan itu, ia kemudian mendirikan lagi sebuah orkes yang diberi nama Sinar Purnama. Sebuah nama yang menyiratkan makna begitu dalam. Sampai akhir zaman, sinar purnama terus dapat dinikmati. Arif ingin orkes keroncong juga demikian.
Sepengetahuannya, orkes yang dibentuknya tahun lalu ini adalah satu-satunya yang tersisa di seantero Kabupaten Sambas. "Sekarang memang lain dengan dulu," ujar pria yang kelihatan masih gagah itu. Dulu, kisahnya, hampir di setiap kampung punya orkes keroncong. Sementara sekarang, untuk mencari orang yang berminat menekuni keroncong sangatlah sulit.
Masuknya aliran-aliran musik lain dan lemahnya upaya regenerasi menjadi biang keladi semua itu. Hingar bingarnya musik rock dan disco lebih berhasil menarik simpati orang-orang muda. Pop dan dangdut pun telah membuat keroncong semakin tersisih. "Sekarang, tinggal orang-orang tua saja yang suka keroncong. Itu pun sudah banyak yang meninggal," katanya lirih.
Namun, ia bersyukur dapat mengumpulkan sebanyak 11 orang yang tersisa itu guna menjadi personil orkesnya. Rata-rata berumur di atas 35 tahun dan berasal dari kecamatan yang berbeda di Sambas yaitu Selakau, Pemangkat dan Tebas. Anak keempatnya, Suherli (35), adalah salah satu personil dalam orkes itu.
M Arif yang menjadi vokalis ini merasa senang karena orkesnya sering dipercaya untuk tampil dalam acara-acara khusus seperti acara PKK malam itu. Ia pun merasa terhormat karena gubernur ikut menyaksikan. Dengan ini ia berharap, semua orang tahu bahwa keroncong masih eksis. Tak tergerus waktu, tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan.
Sementara itu, musik keroncong masih terus mengalun dengan merdu. Gubernur Usman Ja'far yang duduk di meja paling depan didampingi Bupati Burhanuddin masih terus mengangguk-anggukkan kepala. Sepatunya masih sesekali dihentakkan di lantai balairung menyesuaikan irama musik. Gemuruh tepuk tangan kemudian terdengar memenuhi balairung ketika lagu usai dinyanyikan. Ternyata, tak hanya gubernur yang menikmati tetapi juga seluruh hadirin.
Senin, 13 Februari 2006
Dapatkah Terlestarikan atau Cukup Jadi Kenangan?
Orkes Sinar Purnama, Satu yang Tersisa di Sambas(2)
Alunan melodi gitar diiringi cabikan bas masih terus terdengar di Balairung Kediaman Bupati Sambas malam itu. Gesekan biola, suara cello dan organ ikut mewarnai. Merdunya suara ukulele dan seruling pun menimpali. Lagu Panorama Indah Selakau ciptaan H Muhammad Arif yang dilantunkan tak kalah dengan lagu Bengawan Solo ciptaan Gesang.
Laporan Uray Ronald, Sambas
ORKES Keroncong Sinar Purnama Kecamatan Selakau yang dipimpin H Muhammad Arif (65) memberi kesan syahdu dalam acara Ramah Tamah HKG ke-33 PKK Tingkat Provinsi Kalbar itu. Semua hadirin terpukau karenanya. "Entah kapan hiburan musik yang mulai langka ini bisa dinikmati lagi," kata seorang pengunjung. Budaya asli Indonesia itu memang sedang megap-megap, nyaris tenggelam di lautan modernisasi.
Sebagian besar peminatnya adalah generasi yang sudah tak muda lagi. Punggawa-punggawa musik ini rata-rata telah menghadap khaliknya. Di seluruh Sambas pun, kata M Arif, mencarinya sangat sukar. Laksana mencari jarum di tumpukan jerami tanpa membakar terlebih dahulu jerami-jerami itu atau menggunakan magnet. "Paling banyak lima persen saja yang bisa memainkannya," ujarnya.
Kenyataan ini membuatnya termotivasi untuk terus melestarikan keroncong. Meskipun Orkes Sinar Purnama yang dimainkan oleh 12 orang ini hanya satu-satunya di Sambas, ia optimis bisa. "Kami ingin melanjutkannya dengan mulai mencari bibit-bibit baru," katanya. "Pokoknya musik keroncong jangan sampai punah," sambung pensiunan PNS itu. Ia bersyukur, Camat Selakau periode lalu, Zainal terus memberikan dorongan.
Camat yang sekarang, Sayuti pun katanya punya perhatian yang intens di bidang ini. Sebenarnya, kata Arif, potensi-potensi keroncong masih ada jika ingin digali, terutama di pelosok-pelosok Kecamatan Selakau. "Masih banyak yang pandai syair, jepin dan pantun, cuma tidak dikembangkan saja. Mereka potensial untuk diarahkan pada musik keroncong," ungkapnya.
Terlepas dari apakah nanti musik keroncong bisa melegenda bagaikan musik klasik miliknya Beethoven atau tidak, yang jelas ini adalah tantangan bagi instansi terkait untuk menghidupkannya kembali. Tak mungkin jika Arif dibiarkan bekerja sendiri. Alunan melodi gitar diiringi cabikan bas, gesekan biola, suara cello dan organ masih terus mengalun. Bunyi ukulele dan seruling yang merdu masih terdengar di malam itu. Dapatkah terlestarikan atau hanya cukup menjadi kenangan?(habis)
Senin, 11 Februari 2008
Orkes Keroncong
Label:
Budaya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar