Dimuat di Indopos dan Pontianak Post Kamis 07 Feb 2008
Semarak Perayaan Imlek di Singkawang, Kota dengan Etnis Tionghoa Terbesar
Anak Cucu Mudik, A Tet Tutup Warung Empat HariJelang Imlek para perantau asal Singkawang, Kalbar, juga beramai-ramai pulang kampung. Bagaimana denyut Imlek di kota yang dipimpin tokoh etnis Tionghoa itu?
Uray Ronald dan Zulkarnain Fauzie, Singkawang
Dua pekan terakhir Bong Fa Min alias Amin, 36, sibuk bukan main. Warga Gang Harmonis, Singkawang, itu bolak-balik ke toko lampu yang berada di jantung kota. Sejumlah lampu berbagai ukuran diborong. "Biar rumah semarak saat Imlek," ujar pria yang sehari-hari bekerja sebagai pemasang kaca mobil itu. Istri Amin tak kalah semangat dengan suaminya. Malah, dia menjadi arsitek di mana lampion-lampion itu ditempatkan.
"Lampu-lampu ini cukup mahal. Harga lampion yang besar Rp 90 ribu satu set (dua buah). Yang kecil Rp 45 ribu per set. Kami memasang agak banyak," kata Amin di kediamannya saat menata lampion. Amin ingin merayakan Imlek kali ini secara meriah. Rumahnya tak hanya penuh lampion, tapi juga terdapat dua ekor naga. Untuk mendapatkan replika binatang mitos itu, dia harus inden satu bulan. Sepasang naga tersebut seharga Rp 500 ribu.
Kedua naga yang terbuat dari plastik dan kombinasi karton itu digantung di ruang tamu. Panjang naga satu meter itu membuat ruang tamunya semakin marak. Di tambah dengan lampu yang kerlip-kerlip, rumah seluas 7 x 12 meter itu terasa begitu meriah. "Baru tahun ini dipasang naga. Bahkan, kami pesan sebulan sebelumnya. Maklum, agak sulit membuat naga ini bagi pekerjanya," cerita Amin dengan bangga. Tetangga Amin tak kalah heboh menyiapkan perayaan Imlek tahun ini.
Bahkan, Gang Harmonis pun dibuat semarak oleh warga yang mayoritas warga Tionghoa. Ornamen-ornamen di gang tersebut hasil urunan warga. Tak kalah meriah dengan penjor-penjor Agustusan. "Malam terlihat indah di gang ini. Lihat saja, mulai masuk gang hingga ke ujung kami pasang lampion. Pokoknya, lebih semarak lah," tambah Amin sambil mengacungkan jempol. "Ya, ornamen yang kami pasang sekarang bisa jutaan rupiah. Tapi, tak masalah. Yang terpenting semarak," kata Amin sambil menunjuk tiang lampion di gang rumahnya.
Semarak Imlek benar-benar terasa di Singkawang. Maklum, 41,7 persen penduduk kota yang berjumlah 210 ribu itu adalah Tionghoa. Mereka menjadi komunitas terbesar karena sisanya berasal dari berbagai etnis, seperti Dayak, Melayu, Jawa, dan lain-lain. Etnis Tionghoa itu sudah turun-temurun dan mereka menyebar di berbagai lapisan sosial masyarakat setempat. Bukan hanya Gang Harmoni yang heboh menghadapi Imlek, kawasan di Jalan GM Situt, Gang Arjuna, DwiTunggal, dan Jalan Hermansyah tak kalah meriah dengan Gang Harmonis. Lampu dan naga bergantungan.
"Kesadaran warga yang membuat gang ini meriah. Tahun lalu tidak pernah demikian," cerita Suyitno, warga Gang Arjuna. Kebahagiaan juga terlihat dari wajah A Tet, pemilik warkop di Jalan Alianyang, tak jauh dari Kantor Wali Kota Singkawang. Maklum, tiga anaknya yang sekian lama bekerja di Jakarta pulang kampung berikut cucu-cucunya. Suasana rumahnya pun menjadi lebih ramai daripada biasanya. Sibuk luar biasa. Karena ingin menikmati kebahagiaan dengan para cucu, A Tet berencana tutup empat hari sejak hari H Imlek. Kemarin A Tet masih membuka warung.
Saat dia sibuk melayani pembeli, A Fang, menantu beserta anak perempuannya yang lain, sedang mempersiapkan makan besar, menata dan menghias rumah yang menyatu dengan tempat usahanya itu. "Biasa lah, bersih-bersih, masak-masak, dan hias-hias," kata A Fang.Begitu juga, Roeky, 35. Pekerja sebuah perusahaan swasta itu harus pandai-pandai membagi waktu, antara bekerja dan mempersiapkan Imlek di rumah. Bolak-balik dia ke pasar guna membeli berbagai pernik-pernik dan keperluan Imlek, mulai lampion, hiasan-hiasan gantung, amplop angpau, lampu seri aneka warna, kue keranjang, hingga buah-buahan seperti jeruk mandarin dan jeruk bali. Baju baru pun tak ketinggalan.
Dia tidak segan merogoh kocek dalam-dalam agar Imlek berlangsung meriah. Di rumahnya, Jalan GM Situt, kedua orang tua Roeky juga sibuk bersih-bersih. Usai bekerja, Roeky ikut bergotong royong membereskan, menghias, dan mendekorasi rumah. Berbagai pernik-pernik Imlek ditata sehingga tampak indah. Warna merah bercampur kuning emas memenuhi suasana. Rabu (6/1) pagi kemarin dia masih terlihat sibuk. Sorenya, empat kakaknya yang merantau mulai berdatangan.
Rumah Roeky menjadi "tuan rumah" bagi keluarga kakaknya itu. Salah satu kakaknya datang dari Brunei Darussalam dan yang lain mengadu nasib di Jakarta. Imlek memang dijadikan momen untuk kumpul-kumpul anggota keluarga. "Mereka bekerja di luar dan saat Imlek ini semua pulang kampung," kata pria berkacamata itu ketika ditemui kemarin. "Pokoknya sibuk banget nih," ujarnya. Keluarga Roeky malam ini menggelar makan besar di rumahnya (Da Duan Yuan/Cu Xi Wan) bersama saudara-saudaranya. Makan besar tersebut sangat spesial karena sekeluarga duduk satu meja dan menikmati aneka hidangan yang lezat.
Dari pantauan Pontianak Post (Grup Jawa Pos), sejak pekan lalu warga Tionghoa di Kota Singkawang memang sibuk. Di sana sini terlihat warga mengecat rumah, mendekorasi, memasang lampion, lampu seri, hiasan gantung dari kertas berbentuk nanas warna merah, poster-poster bertulisan huruf kanji, pohon mei hwa, dan lain-lain. Spanduk-spanduk ucapan Gong Xi Fat Choi juga mulai dipajang di berbagai penjuru. Di pusat bisnis, jangan ditanya semaraknya.
Suasana Imlek itu sudah terasa kental sejak pertengahan Januari lalu. Di Jalan Sama-Sama, Jalan Saman Bujang, Jalan Diponegoro, Jalan Setia Budi, dan Jalan Budi Utomo, misalnya, toko-toko tampak memerah. PKL-PKL penjual kembang api pun semakin marak. Suara mercon dan kembang api sudah mulai bersahutan sejak kemarin malam. Tampaknya, apa yang diprediksi seorang lauya (paranormal) Kota Singkawang Bong Khin Jung akan terbukti bahwa tahun ini perayaan Imlek dan Cap Go Meh di Kota Singkawang akan lebih ramai dan meriah dibandingkan dengan sebelumnya.
Roeky yang rumahnya kini dipenuhi keluarga empat kakaknya juga menyiapkan pesta kembang api. Itu membuat suasana makan malam bertambah marak. Bagi Roeky, kembang api juga penuh mistis, dipercaya bisa mengusir roh jahat. "Kalau tidak ada petasan atau kembang api, kayaknya sepi. Kurang meriah," ujarnya. Pagi ini, di hari H Imlek, keluarganya akan mengawali hari dengan bersembahyang di vihara/kelenteng guna mengucapkan syukur atas nikmat yang telah diberikan sepanjang tahun lalu. Mereka juga berdoa agar tahun mendatang lebih baik.
Hari pertama Imlek ini akan diisi dengan acara jalan-jalan sekeluarga ke tempat-tempat wisata dan bagi-bagi angpau dari yang lebih tua kepada yang muda. "Nanti di hari kedua warga Tionghoa akan kunjung-mengunjungi ke rumah tetangga, teman, dan sanak kerabat guna menjalin silaturahmi. Mirip saat Lebaran," tutur Wijaya Kurniawan SH, ketua Majelis Adat Budaya Tionghoa (MABT) Kota Singkawang. Dia mengungkapkan, sejak beberapa hari lalu pengecatan, bersih-bersih, dan menghias rumah juga sudah dilakukan. Lampion dan aneka hiasan lain telah dipasang.
"Rumah harus dibersihkan supaya Dewa Rezeki mau datang. Apalagi, tiga hari sejak Imlek rumah tidak boleh disapu lagi. Menurut kepercayaan, sapu pun harus diberikan kesempatan untuk istirahat setelah setahun dipakai," jelas Wijaya. Filosofi yang terkandung dalam adat itu, yaitu seburuk apa pun suatu barang atau benda tetap harus dihargai. Dia berbahagia karena momen Imlek memiliki makna tersendiri baginya. Imlek dipandang dapat membangkitkan kenangan indah pada masa kecil.
"Waktu dulu ekonomi sulit, makan enak jarang dan Imlek-lah saat kami bisa menikmati. Anak-anak juga dapat uang banyak karena diberi angpau. Imlek cermin cinta kasih dan mengandung nilai-nilai saling perhatian, menjalin silaturahmi, dan kumpul keluarga," tambahnya.Di tengah kota sebuah panggung besar sudah didirikan. Di atas pentas inilah, Gelar Malam Imlek akan berlangsung. Acara tersebut dibuka resmi Wali Kota Singkawang Hasan Karman dan dilanjutkan dengan menyulut kembang api oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta.
Menurut Wali Kota yang berasal dari etnis Tionghoa itu, sudah menjadi tradisi warga Tionghoa ketika menyambut Imlek dan Cap Go Meh. "Ya seperti Lebaran lah. Warga muslim ingin merayakannya dengan mempercantik rumah dan menghiasi dengan berbagai ornamen. Kalau warga Tionghoa, ada ciri khasnya," kata Hasan Karman, ditemui di kediamannya, Jalan Gunung Poteng, Singkawang, kemarin. (*)
Sabtu, 09 Februari 2008
Imlek di Singkawang
Label:
Budaya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar