Selasa, 03 Maret 2009

Simbol-Simbol Menuju Allah


Seluruh rukun haji, sesungguhnya hanyalah perlambang tentang kemahakuasaan dan kemahatunggalan Tuhan. Sementara manusia yang menjalankan rukun haji berada dalam posisi tak berdaya apa-apa.

ADA beberapa ritual di dalam pelaksanaan haji yang harus dilakukan para jamaah. Meski sering dijelaskan tentang rukun-rukun haji pada saat menjelang musim haji, tak semua orang paham makna ritual di dalam haji. Kenapa, bagaimana, dan apa saja ritual haji yang wajib dan sunnah dilakukan, inilah sebagian kecil penjelasannya.

Miqat

Secara hakikat miqat adalah titik awal kesadaran seorang hamba menuju Allah dan berharap perjumpaan dengan-Nya. Ritual ini dapat dimulai kapan saja dan di mana saja tanpa harus menunggu waktu dan tempat. Siapapun yang sudah memiliki kesadaran menuju Allah, maka saat itulah ia sudah dapat melakukan miqatnya.



Bagi yang kaya, bisa menjadikan waktu kayanya sebagai miqat; bagi pejabat saat menjabat bisa dijadikan sebagai miqat; bagi orang yang bekerja, saat bekerjanya; bagi yang miskin di saat miskinnya; bagi yang muda ketika mudanya; dan sebagainya.

Segerakan miqat. Karena jikapun belum sampai kepada Allah, lalu dia meninggal dunia dengan miqat-nya maka dia termasuk mati syahid. Melaksanakan miqat karena itu jangan pernah ditunda. Misalnya menunggu kalau sudah tua, kalau sudah kaya, kalau
sudah bekerja, kalau sudah punya istri, kalau sudah menjadi pejabat, dan sebagainya. Karena menunda miqat adalah pertanda bagi hati yang berhenti bergerak menuju Allah, isyarat bagi hati yang tertutup mendapat panggilan Allah.

Apabila seorang hamba bersungguh-sungguh berjalan menuju kepada Allah, maka Allah akan bersungguh-sungguh pula menjemputnya. Respon Allah terhadap hamba-hamba yang berjalan menuju kepada-Nya lebih cepat dan lebih banyak dari respon apapun. Dalam hadis qudsy Rasulullah Saw. menjelaskan:

"Sesungguhnya Allah berfirman: apabila hambaku ingin menjumpai-Ku dengan sejengkal, maka Aku akan menjumpainya dengan sehasta, dan apabila hamba-Ku ingin menjumpai-Ku dengan sehasta maka Aku akan menemuinya dengan sedepa, dan apabila hamba-Ku menemui-Ku dengan sedepa maka Aku lebih cepat dari itu." (HR.
Muslim)

Kepada orang-orang yang sudah melangkahkan kaki menuju Allah, maka Allah telah menjamin kepastian untuk menjumpai mereka. Perjumpaan tersebut bisa jadi ketika masih hidup, atau menjelang sakaratul maut, atau di akhirat nanti. Kepastian perjumpaan dengan Allah telah dijelaskan dalam Al Quran:

"Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang." (QS Al Ankabut: 5)
Sungguh merugi orang-orang yang menunda miqat menuju Allah, lalu ia meregang ajal sebelum melaksanakan miqatnya. Karena ketika ajal sudah datang, maka pintu miqat pun sudah tertutup. Dalam Al Quran telah dijelaskan:

"Sungguh telah merugi orang-orang yang mendustakan pertemuan dengan Allah; sehingga ketika kematian datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: "Alangkah besar penyesalan kami atas kelalaian kami (ketika kematian datang kami belum menuju Allah)." (Al An'am: 31)

Ihram

Ihram adalah simbol bagi persamaan dan keadilan, karena tak ada manusia yang lebih unggul atas manusia lainnya. Ketika ihram, akan terasa bahwa keunggulan hanya milik Allah, dan semua manusia sesungguhnya tidak berdaya, hina, kecil dan tak berarti. Ihram hanyalah kepingan cermin yang sangat kecil dari apa yang akan dihadapi manusia pada saat yaumil mahsar. Ketika semua manusia berada dalam posisi yang sama, tak berdaya dan tertunduk menunggu.

Pada ihram, tak ada yang berbeda antara manusia satu dengan manusia lainnya., karena semua orang harus melepas baju perbedaan. Latar belakang, negara, suku, budaya, status sosial, warna kulit, semua harus dilepas dan digantikan dengan selembar kain putih tanpa jahitan. Itulah saat yang menghilangkan sekat antara si kaya dan si miskin, pejabat dan karyawan, si putih dan si hitam, wanita dan pria, guru dan murid, dan sebagainya. Semua sama dalam balutan kain putih.

Kalau harus ada yang membedakan mereka di hadapan Allah, tak lain hanya derajat ketaqwaan mereka. Dan setiap individu memiliki peluang yang sama dalam meraih taqwa. Tak ada diskriminasi, apalagi ketidakadilan. Hal tersebut telah dijelaskan dalam Al Quran.

"Sesungguhnya paling mulya di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa di antara kamu." (Al Hujaraat: 13)

Ihram adalah juga sebagai simbol kesucian karena kain yang digunakan adalah berwarna putih. Maknanya, mereka yang melakukan ihram harus bisa menyucikan baju jiwanya yang telah dikotori sifat serakah, sombong, angkuh, egois, ambisi, iri dengki, dan semua sifat dan sikap yang jauh dari nilai ilahiah.

Tak ada yang berarti ketika karena orang yang ihram ibarat mayat dibungkus kain putih. Semua kenikmatan kehidupan, harta benda yang melimpah, anak, istri yang cantik tidak akan mampu memberi pertolongan apa-apa. Dia pada akhirnya
akan menghadap sendiri kepada Allah tanpa ditemani siapapun kecuali amalnya.

Ihram kecuali sebagai simbol keadilan dan persamaan, ia adalah juga reformasi paradigma hidup yang menuhankan materi dan nafsu dengan tauhid yang mengesakan Allah. Ia adalah upaya pembebasan diri dari belenggu hawa nafsu dan diskriminatif. Merugilah orang-orang yang mengenakan baju putih, namun hatinya penuh dengan tipu daya, mencari pembenaran, dan manipulatif.

Muharramat

Inilah lambang rambu-rambu perjalanan ihram yang berfungsi sebagai peringatan yang tak boleh dilanggar. Misalnya bagi orang yang ihram tidak diperbolehkan memakai parfum apapun, rambut tidak boleh dicukur, kuku tidak boleh dipotong, tidak boleh melangsungkan akad nikah, tidak diperkenankan bersetubuh, dilarang menzalimi siapapun dan sebagainya.

Sebab semua itu adalah simbol kehidupan duniawi yang penuh dengan nafsu syahwat, maka harus dihindari karena hal itu dapat mengotori hati dan mengganggu kekhusuan beribadah. Muharramat sekaligus juga bermakna sebagai simbol kepatuhan manusia terhadap Allah. Pertanda bagi ada tidaknya akhlak, lambang bagi entitas kesalihan yang tidak menindas, tak menzalimi dan tidak anarkis terhadap semua makhluk atas nama Tuhan.

Wuquf

Di antara ritual haji yang lain, wuquf adalah waktu ketika manusia membutuhkan untuk introspeksi, memerlukan menilai diri sendiri, sebelum berujung pada pertaubatan. Wuquf adalah media tepat untuk merenung dan mempertajam spiritual.
Karena di sanalah, di arafah, tempat wuquf berlangsung, Nabi Ibrahim as., Nabi Ismail as., dan Nabi Muhammad Saw. pernah menghabiskan waktu-waktu malamnya untuk bertafakur mencari kebenaran yang hakiki.

Semua manusia yang datang ke arafah untuk wuquf mestinya tertunduk diam dan membisu. Sama seperti ketika para nabi, dulu melakukan hal yang sama di tempat itu: Berdialog dengan Tuhan di malam yang sepi, hanya berteman bintang-bintang yang
betebaran menghiasi langit yang seolah tersenyum mengucapkan salam.

Ketika wuquf, di malam yang semakin larut dan senyap, semua orang semestinya terlelap dalam keasyikan tidur, bermunajat kepada Allah seolah merasakan kehangatan pelukan Allah hingga terbuka cakrawala spiritual tentang hakikat diri mereka dan Tuhannya. Gema takbir, tahlil dan tahmid terus membahana hingga membubung dan memenuhi seluruh angkasa alam semesta.

Ketika itu, gema zikir menyeruak memenuhi lorong-lorong langit hingga menembus arsyur rahman, singgasana sang paling pengasih. Zikir bukan sebatas bergema di bibir tapi akal dan hatipun bahkan sir ikut berzikir. Bibir yang berzikir dapat mengusir dominasi syetan dalam diri, akal yang berzikir akan mendapatkan pencerahan spiritual, hati yang berzikir akan merasakan kenikmatan ruhani, sir yang berzikir akan merasakan keesaan dalam rasa.

Tujuan zikir karena itu jangan dibelokkan untuk mencari ketenaran dan popularitas duniawi. Jangan pula zikir dijadikan sebagai mesin pencetak uang. Hindarkan menjadikan zikir sebagai alat untuk mendekati kekuasan. Jauhkan zikir dari
kepentingan berselingkuh dengan selain Allah. Karena zikir yang tidak untuk dan karena Allah, hanya akan mengundang ribuan syetan untuk menghijabi sehingga akan semakin bertambah jauh dari sisi Allah.

Tawaf

Ke manapun manusia pergi hanya kepada Allah mereka akan kembali. Ketika berputar-putar sambil berlari kecil mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali, manusia sesungguhnya hanya digambarkan berada dalam posisi akan kembali kepada Allah. Ritual mengitari Ka’bah yang disebut tawaf karena itu adalah pertanda bagi manusia agar meyakini sebaik-baik tempat kembali hanyalah Allah. Bukan Ka’bah. Tak juga tempat di sekitarnya atau di wilayah lain.

Ka'bah hanyalah bangunan tua. Keberadaannya hanya pertanda kemahatunggalan Tuhan. Ketika tawaf, Ka’bah tidak lebih hanya seonggok batu di tengah sungai yang menderas dengan air tumpah ruah. Dalam haji, Ka'bah menjadi titik pusara dari lautan manusia dari penjuru dunia, seperti matahari yang menjadi pusat sistem tata surya dan manusia adalah bintang-bintang yang beredar mengelilingi orbit.

Lebih dari sekadar bangunan tua dan sentral utama atau kiblat seluruh umat Islam di dunia, Ka'bah melambangkan keabadian Allah. Ia adalah titik untuk bercermin, bahwa setiap segala di dunia akan kembali kepada Allah, puncak akhir dari seluruh pencarian.

Sai

Tak ada yang hak untuk dicari kecuali Allah. Harta, kedudukan, dan seluruh ambisi duniawi bukanlah sesuatu yang pantas dicari. Ia tak lebih dari fatamorgana yang bisa menimbulkan kecewa dan putus asa, ketika tak sanggup mencapai atau menemukannya. Kenapa? Karena hak untuk dicari hanya milik Allah.

Karena itu berserahlah kepada Allah. Ketika manusia pasrah kepada Allah, maka Allah akan memberi jalan keluar yang terbaik menurut Allah. Tawakal kepada Allah
adalah kunci utama menghadapi persoalan hidup. Dan sai di dalam haji adalah simbol pencarian dan tawakal kepada Allah.

Ia diawali, ketika Siti Hajar sedang kehabisan air untuk diminum di tengah hamparan pasir tandus. Istri Ibrahim itu kebingungan berlari-lari ke sana ke mari mencari
sumber mata air, namun tak satu pun sumber yang ditemukan. Di saat Hajar kelelahan dan ingin kembali menemui Ismail, anaknya yang baru dilahirkan, Hajar terperanjat melihat di bekas injakan kaki Ismail mengalir air yang tidak berhenti-henti.

Hajar Aswad

Dalam sebuah hadis telah dijelaskan bahwa Hajar Aswad adalah batu yang berasal dari surga. Hajar Aswad diturunkan di muka bumi sebagai simbol perdamaian masyarakat dunia. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. yang berhasil mendamaikan pertikaian antar suku-suku bangsa Arab yang memperebutkan pemindah Hajar Aswad.

Namun Muhammad dapat memberikan solusi dengan adil dan bijak sehingga dijuluki "Al Amin". Andaikata tatkala itu bukan Muhammad niscaya akan terjadi pertikaian dan pertumpahan darah antar suku untuk saling berebut. Kaum muslimin seharusnya dapat belajar dari peristiwa perebutan Hajar Aswad di zaman Rasulullah, sehingga dalam menyelesaikan perbedaan tidak menggunakan kekerasan melainkan dengan kembali kepada Al Quran dan Al Hadits.

Nabi Muhammad Saw. pernah mencium Hajar Aswad. Tujuannya adalah sebagai penghormatan bukan pengultusan. Karena Hajar Aswad sesuai namanya, hanya sebongkah batu hitam ciptaan Allah dan tidak memiliki daya dan kekuatan
apapun. Siapa pun yang mencium Hajar Aswad lalu mengultuskan, menginginkan keberkahan dan menganggap batu itu memiliki kekuatan magis, ia sudah tergelincir pada syirik, dosa yang tak terampuni. Keyakinan yang demikian itu tidak
dibenarkan menurut Islam.

Dalam hal ini sahabat Umar ra. pernah berkata, "Andai saja Rasulullah Saw. tidak menciumnya, niscaya aku tidak sudi menciumnya, karena Hajar Aswad adalah batu biasa yang tidak mempunyai kekuatan apa-apa."

Makam Ibrahim

Ibrahim sebagai simbol pemberontakan atas pembodohan sistem dalam masyarakat. Ia berhasil merubah paganisme menjadi monoteisme, irasional menjadi rasional. Ibrahim adalah simbol ketegaran hati dan jiwa dalam memegang prinsip kebenaran sekalipun harus dibakar api oleh penguasa.

Ia adalah lambang totalitas ketaatan kepada Tuhan sekalipun harus berpisah dengan anak dan istri tercinta bahkan harus menyembelih anaknya. Jauh sebelum muncul sebagai apa yang saat ini disebut sebagai bapak filsafat seperti Plato, Socrates dan sebagainya, Ibrahim sudah ribuan tahun sebelumnya meletakkan dasar filsafat. Ia merombak tatanan pagan menjadi monoteis.

Ibrahim karena itu mestinya menjadi inspirasi untuk melakukan perubahan dan reformasi bagi manusia yang berhaji, kelak di kampung masing-masing.

Hijir Ismail

Selain Ibrahim, Ismail adalah juga simbol cinta dan kepasrahan totalitas kepada Allah. Ia adalah sahabat bagi Ibrahim, sang Bapak. Keduanya bekerja sama membangun Ka'bah yang akhirnya menjadi kiblat umat Islam seluruh dunia. Ismail sebagai simbol cinta karena dirinya rela berkorban disembelih sang bapak demi kepatuhan dan cinta kepada Tuhan.

Pembimbing (Mursyid)

Di dalam rombongan orang yang pergi haji, selalu ada yang menjadi pemimpin. Sekalipun sudah ada buku panduan haji, misalnya, kalau tidak ada pembimbing maka dapat dipastikan seorang jamaah akan tersesat. Sebagai pemimpin atau pembimbing rombongan haji, maka ia harus mempunyai pengalaman dan profesional dalam pelaksanaan haji.

Bagaimana mungkin dapat melaksanakan haji dengan benar kalau pembimbingnya tidak mempunyai pengalaman? Orang yang akan menuju Allah demikian juga. Apabila tak mempunyai pembimbing yang sudah pernah ma'rifah yang disebut syekh mursyid maka dapat dipastikan akan tersesat pula. Perjalanan menuju Allah adalah perjalanan spiritual yang bersifat metafisik dengan semua persoalan dan tingkat kesulitan yang tak terjangkau akal.

Karena itu, wajib hukumnya bagi orang yang menuju Allah harus mempunyai pembimbing yang profesional -syekh mursyid- sehingga terhindar dari kesesatan dan sampai pada tujuan. (*)

http://www.akmaliah.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=117

Tidak ada komentar: