Sabtu, 09 Februari 2008

Budaya Antar Ajong

Dimuat Pontianak Post Kamis, 21 Juni 2007

Media Pengecoh Roh Jahat
Ritual Antar Ajong di Kabupaten Sambas

Sebagian masyarakat di Kecamatan Teluk Keramat dan Paloh yakin bahwa segala wabah, hama dan bencana masing-masing memiliki roh yang menguasainya. Roh-roh tersebut harus ditaklukkan supaya tidak mengganggu masyarakat. Melalui Ritual Antar Ajong, roh-roh jahat yang menguasai hal-hal negatif tersebut bisa dikecoh.

Catatan Uray Ronald, Paloh

BERDASARKAN penuturan para tetua di Kecamatan Paloh, ritual bernuansa adat ini telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu dan masih dilakukan hingga sekarang. Tahun ini, Ritual Antar Ajong kembali digelar di Pantai Tanah Hitam, Kecamatan Paloh, Minggu (17/6) lalu. Antar Ajong, yakni, sebuah upacara menghanyutkan perahu lancang kuning berukuran 1-2 meter yang berisikan aneka jenis sesajian ke laut. Kegiatan bernuansa adat dan budaya ini diprakarsai Sanggar Lancang Kuning.

Menurut Awang Bujang (74), seorang pawang senior di Kecamatan Paloh, Antar Ajong sudah dilakukan masyarakat setempat sejak Zaman Kerajaan Majapahit, sebelum Kesultanan Sambas berdiri. Waktu itu, secara periodik masyarakat mengirimkan atau mengantar upeti kepada Kerajaan Majapahit berupa hasil-hasil bumi menggunakan perahu lancang kuning (Ajong). Setelah Kesultanan Sambas berdiri, pengiriman upeti tersebut tidak dilakukan lagi.

Namun, mengingat sebelumnya ada amanah dari para leluhur bahwa tradisi ini jangan sampai hilang, maka seiring waktu, makna dari Antar Ajong tersebut mengalami pergeseran. Antar Ajong menjadi sebuah ritual yang dilakukan untuk menghindarkan masyarakat dari segala hal negatif seperti wabah penyakit, hama tanaman yang merajalela dan bencana alam. Ritual ini juga sebagai pertanda dimulainya masa bercocok tanam padi.

Antar Ajong diawali dengan upacara "Besiak" di malam sebelumnya. Besiak ini, menurut Awang Bujang, adalah sebuah kegiatan untuk menangkap roh-roh jahat penguasa hal negatif guna dimasukkan ke dalam Ajong. Proses penangkapan roh jahat tersebut juga dilakukan dengan menggunakan roh-roh (baik) penguasa alam gaib di kawasan setempat yang merasuki pawang.

"Saya sudah menjadi pawang sejak usia 30 tahun. Waktu masih kecil, saya sering menyaksikan orang-orang tua melakukannya. Ilmu menjadi pawang saya dapatkan dari nenek saya yang juga menjadi pawang," tutur Awang Bujang sesaat sebelum acara besiak dimulai di Dusun Danau Peradah Desa Tanah Hitam Kecamatan Paloh, Sabtu (16/6) malam.

Di sebuah panggung kecil yang disediakan, telah disiapkan aneka keperluan seperti kemenyan, bara api, "ratteh" (berondong dari ketan putih), beras kuning, kue cucur, "darram-darram", telur, pelepah pinang, mayang pinang, pisang dan lain-lain. Beberapa pawang yang didampingi "peradi" (asisten pawang yang menjembatani komunikasi dengan roh) pun sudah siap dengan pakaian khusus berwarna kuning dan perlengkapannya.

Pemain musik gendang, gong dan rebana pun telah bersedia. Tampak satu tong besar air yang dicampur dengan berbagai jenis bunga-bungaan di depan para pawang. Air ini nantinya akan digunakan warga untuk merendam benih padi sebelum ditanam. Di sekeliling panggung, sudah ramai warga yang berkumpul karena ingin menonton upacara ini, baik tua maupun muda, laki-laki maupun perempuan. Meskipun cuaca sempat hujan, para penonton ini tak beranjak dari tempatnya berdiri.

Hal tersebut menunjukkan betapa mereka sangat antusias dengan tradisi ini. Sementara itu, belasan ajung yang telah diisi dengan aneka sesajian pun sudah tersusun rapi di depan panggung. Tak lama kemudian, upacara dimulai yang ditandai dengan pembakaran kemenyan oleh peradi sambil mengambur-hamburkan "ratteh" dan beras kuning ke sekeliling penonton. Aroma menyengat yang memberikan nuansa mistis dan merindingkan bulu roma serta-merta menyebar ke seluruh penjuru. Lalu, dimulailah proses pemanggilan roh.

Ketika memanggil roh, peradi dan pawang bersahut-sahutan melantunkan syair dan lagu khusus yang diiringi dengan pukulan gendang dan alat musik lainnya. Sebelum syair habis dilantunkan, tiba-tiba, terjadi perubahan pada sang pawang. Tubuhnya berkelojotan sesaat dan matanya nanar menatap penonton. Itu diyakini sebagai pertanda bahwa tubuhnya telah disusupi oleh roh. Peradi kemudian berkomunikasi dengannya dan menyatakan maksud pemanggilan.

Roh baik yang datang itu diminta untuk "menangkap" roh-roh jahat dan memasukkannya ke dalam ajong. Pawang yang sudah dirasuki roh itu terkadang bertingkah aneh-aneh. Ada kalanya ia memanjat di atas atap rumah, pohon dan sebagainya. Setelah itu, ia akan mengelilingi ajong sambil menaburkan "ratteh" atau mengipasinya dengan mayang pinang. Biasa pula ia minta dihibur dulu dengan nyanyian dan tarian. Tak heran dalam prosesi ini, beberapa penari raddad memang telah disiapkan.

Uniknya, di sini penari raddad yang ditampilkan terdiri atas ibu-ibu yang telah berumur, bukan para remaja. Kadang-kadang, pawang yang disusupi roh dalam tubuhnya juga bercengkrama dengan penonton. Beberapa penonton pun ada yang memanfaatkan kesempatan ini untuk bertanya tentang hal-hal gaib seperti minta diramalkan jodohnya, diobati penyakitnya atau bertanya tentang kondisi keluarga yang jauh di luar daerah.

Pawang biasanya dirasuki oleh beberapa roh. Ini diketahui dari pengakuan roh yang meminjam tubuh pawang. Ketika ditanya peradi, ia memperkenalkan diri dengan nama yang berbeda-beda. Tak jarang juga ditemukan penonton yang ikut-ikutan dirasuki roh. Upacara baru dinyatakan selesai setelah roh tersebut menyatakan bahwa semua roh jahat yang ada dan potensial mengganggu telah ditangkap dan dimasukkan ke dalam ajong. Dengan demikian, ajong-ajong itu sudah siap untuk dihanyutkan ke laut.

Sekretaris Sanggar Lancang Kuning, Joko Waluyo mengatakan, dalam Ritual Antar Ajong tahun ini, beberapa desa ikut ambil bagian. Ada desa yang mengirimkan satu ajong, ada pula yang dua atau lebih. Sanggar Lancang Kuning sendiri menyiapkan 14 ajong. Jadi, acara besiak juga dilakukan di masing-masing desa pada waktu yang hampir bersamaan. "Total ajong yang kita siapkan sejumlah 21 buah. Semua biaya yang diperlukan kita dapatkan dari hasil gotong-royong masyarakat," ujar dia. Keesokan harinya, upacara puncak Ritual Antar Ajong pun dilaksanakan.

Sebanyak 21 Ajong dari beberapa desa dikumpulkan di Dusun Danau Peradah Desa Tanah Hitam untuk kemudian dipanggul berjalan kaki menuju ke Pantai Tanah Hitam. Warga dari seluruh penjuru Kabupaten Sambas berbondong-bondong menyerbu pantai untuk menyaksikan acara ini. Tampak Kepala Dinas Komunikasi dan Pariwisata Kabupaten Sambas, Drs Haris Harahap ikut hadir didampingi Kabid Budaya, Rahadi dan Kabid Pariwisata, H Indra Gunawan SIP.

Sekretaris Kecamatan Paloh, Ibrahim juga menyempatkan diri untuk datang. Sebelum ajong dihanyutkan, panitia kembali menggelar acara hiburan berupa tari-tarian daerah yang dimainkan oleh pelajar dan sanggar-sanggar yang ada guna menghibur penonton yang berjejal. Sementara itu, sederetan ajong terlihat berjajar di tepi pantai. Layar dengan dominasi warna kuning itu berkibar-kibar tertiup angin pantai yang berhembus kencang. Beberapa warga telah bersiaga di dekatnya.

Usai acara hiburan dan setelah mendapatkan instruksi dari pawang, mereka lalu memanggul ajong tersebut. Dengan aba-aba berupa shalawat nabi, mereka berlari sejadi-jadinya menuju laut. Para penonton bersorak-sorai melihatnya. Ajong didorong ke tengah melawan ombak. Mereka baru kembali ke daratan setelah ajong dinilai aman berlayar. Menurut Lihin, Ketua Sanggar Lancang Kuning dan beberapa tetua di Kecamatan Paloh, ajong yang dikirimkan ini pernah sampai di Pulau Serasan Kepulauan Riau dalam keadaan utuh.

Hal tersebut diketahui dari warga Serasan yang menginformasikannya kepada masyarakat Paloh. Bahkan diceritakan, ada warga Serasan yang mengambil ajong itu dan membawanya pulang ke rumah untuk dijadikan mainan anaknya. "Dari cerita orang tersebut, setelah ajong itu diangkat dari laut, turun hujan disertai angin ribut di Pulau Serasan. Anak yang memainkannya pun sakit-sakitan. Malah sakit itu tak kunjung sembuh meskipun ajong sudah dikembalikan ke laut. Dia baru sembuh setelah meminta maaf dengan bantuan paranormal. Terserah, boleh percaya boleh tidak," katanya.

Makna Antar Ajong

Awang Bujang menerangkan, inti Ritual Antar Ajong ini adalah mengumpulkan roh-roh jahat untuk kemudian mengirimnya pergi berlayar. Hal ini dilakukan agar roh-roh jahat penguasa segala hama, wabah dan bencana itu tidak mengganggu warga berikut sawah ladang serta kebunnya. Sebagai kompensasi, warga memberikan bekal yang diperlukan roh itu selama berlayar berupa "ratteh", beras kuning, garam, pisang, kelapa, kue cucur, ketupat dan barang-barang keperluan lain yang dibutuhkan rumah tangga.

"Bekal itu hanya cukup untuk sembilan bulan. Jadi, mereka (roh-roh jahat) itu akan kembali lagi setelah sembilan bulan," katanya. Namun, hal tersebut tidak akan menjadi masalah karena masa panen sudah selesai (padi tahunan yang berumur sekitar delapan bulan). Untuk menghibur roh-roh jahat itu supaya tidak marah atau merajuk, maka dibuatlah emping beras. "Inilah sebabnya mengapa orang-orang dulu membuat emping yang kemudian diletakkan secukupnya pada alat-alat yang digunakan ketika bertani atau berkebun (cangkul, arit, parang dan lain-lain). Dengan begitu, roh-roh yang dikirim berlayar tidak akan marah," jelasnya.

Proses yang sama diulang kembali ketika memasuki musim tanam tahun berikutnya. "Istilahnya, roh-roh jahat itu dibuat kecele," timpal Joko Waluyo. Untuk menentukan kapan Ritual Antar Ajong dimulai, ternyata tidak sembarangan. Terlebih dahulu harus ada wangsit atau alamat yang diterima oleh pawang dari alam gaib. Sampai sekarang, Antar Ajong masih diyakini warga. Menurut Lihin, rata-rata masyarakat setempat masih berpatokan kepada proses ini untuk memulai musim tanam, kecuali yang menggunakan bibit unggul (padi tiga bulan).

Tetapi, jika dibandingkan jumlah petani yang menggunakan bibit padi tahunan, hanya sedikit yang menanam padi unggul. Lantas, bagaimana dengan hama penyakit tanaman dan hasil yang didapatkan? "Hama tikus, wereng/empangau, belalang dan lain-lain memang ada, tetapi hanya sedikit. Tidak sampai menggagalkan panen seperti yang biasa terjadi di daerah lain. Itu kami anggap wajar karena hama-hama itu juga butuh makan," katanya.

Bencana banjir yang beberapa waktu lalu sempat mendera Sambas pun tidak sampai ke wilayah ini. "Alhamdulillah, kita masih terhindar," ujar dia. Hasil panen yang didapatkan warga pun menurutnya terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.

Antar Ajong ke Depan

Awang Bujang mengakui, ada sebagian masyarakat yang menganggap proses ini sebagai perbuatan syirik. Namun, kata dia, masyarakat hendaknya tidak mencampuradukkan masalah budaya dan tradisi dengan agama.

Pangeran Ratu H Winata Kesuma, Pemangku Adat Kesultanan Sambas, ketika diwawancara juga menyampaikan hal yang senada. Sementara itu, Kadis Kombudpar Sambas, Drs Haris Harahap, menyebutkan, Antar Ajong adalah adat budaya asli yang patut dilestarikan. Ia kagum dengan tingginya minat masyarakat menonton acara ini. "Saya baru kali ini melihat Antar Ajong. Selama ini kita silau dengan budaya orang luar, ternyata, budaya kita juga tidak kalah. Benar-benar luar biasa," katanya.

Haris berwacana untuk mengemas tradisi Antar Ajong ini menjadi sebuah potensi wisata yang menjanjikan. Di luar momen ritual ini, direncanakan akan diadakan sebuah festival antar ajong yang menampilkan utusan dari seluruh desa di Kecamatan Teluk Keramat dan Paloh. Kegiatan ini diyakini akan dapat menarik minat para wisatawan untuk mengunjungi Sambas.(*)

Tidak ada komentar: