Sabtu, 09 Februari 2008

Evakuasi Mayat




Dimuat Pontianak Post, Rabu, 19 Januari 2005

Jangan Coba-coba Sesekali Preteli Perhiasan Mayat
Lebih Dekat dengan Relawan Evakuator Mayat

Tragedi gempa dan tsunami di Aceh masih banyak menyisakan mayat. Sampai sekarang, kegiatan evakuasi masih terus dilakukan, siang dan malam. Warga Aceh pantas berterima kasih pada para relawan baik dari dalam maupun luar negeri. Dari jauh mereka datang untuk melakukan sesuatu yang bagi sebagian orang lain justeru menjijikkan dan harus dihindari karena sumber penyakit.

Laporan Uray Ronald, Banda Aceh

MEREKA mencari, mengumpulkan, membungkus dan meletakkannya di pinggir jalan sambil menunggu truk pengangkut mayat tiba. Truk-truk ini akan membawa mayat ke lokasi pemakaman massal. Kadang-kadang relawan juga menyempatkan diri untuk mensholatkan mayat-mayat tersebut. Dua minggu lalu, mayat-mayat masih banyak yang bergelimpangan di jalan-jalan Banda Aceh.

Mayat-mayat juga belum terlalu busuk. Jadi, kerja relawan relatif lebih ringan. Kini, jalan-jalan itu sudah lebih bersih. Tugas mereka kian berat karena harus berburu mayat yang ada di pinggir kota atau yang tertimbun puing-puing bangunan. Biasanya mereka jalan berkilo-kilo atau membongkar reruntuhan dengan alat seadanya untuk berburu mayat. Memikul mayat dari tengah sawah yang jauh dari jalan juga biasa mereka kerjakan.

Apa yang mereka dapat, penghargaan, uang, nama besar? Nonsense! Tak ada satupun yang mereka harapkan. Semua dilakukan dengan tulus ikhlas. Setelah beberapa minggu meninggal, aroma busuk jenazah korban tsunami tak lagi sekedar menyengat, tapi sudah menohok penciuman. Aroma busuk itu bisa membuat pusing bagi yang bukan relawan. Bahkan, relawan yang "setengah-setengah" juga merasa ngeri karenanya. Apalagi, begitu diangkat, anggota tubuh mayat itu rontok, belatungnya yang sebesar jempol tangan berguguran.

Bagi relawan asli, itu biasa. "Kalau pas diangkat, kepala, tangan atau dagingnya lepas, itu sering terjadi. Jadi kita harus hati-hati," kata D Ananto Harahap (36), relawan DPD KNPI Sumut kepada Pontianak Post. Dia sudah berpengalaman cukup lama menjadi evakuator dan bersertifikat Badan SAR Nasional. Lepasnya anggota tubuh ini, terjadi pada jasad yang telah terbentur benda keras sehingga tulangnya patah. Untuk menghindari rontoknya anggota tubuh mayat, masing-masing grup relawan punya trik tersendiri.

Bagi kelompok Harahap, mereka mengakalinya dengan membelah kantong mayat terlebih dahulu. Kemudian, kantong itu dihamparkan di samping mayat. Mayat lalu digulingkan dengan hati-hati sambil melipat kantong. Dengan demikian, kalaupun ada anggota tubuh mayat yang lepas ketika digotong, jatuhnya tetap di dalam lipatan kantong. Segala perhiasan atau barang berharga yang ditemukan melekat pada mayat juga tetap tidak diganggu gugat. Ini merupakan kode etik bagi relawan.

Bagian atas dan bawah kantong lalu diikat atau diplester rapat-rapat supaya tidak ada yang tercecer ketika digotong. Jika anda mengaku relawan, jangan coba-coba mempreteli perhiasan yang ada pada mayat. Sebab, anda akan rasakan sendiri akibatnya. Menurut Harahap, ada seorang relawan yang kesurupan. Karena alasan etika dan menjaga nama baik, Harahap enggan menyebutkan nama atau organisasi relawan itu. Diduga, dia kesurupan karena jahil dan suka mengambil perhiasan mayat.

Soalnya, ketika kesurupan, relawan itu mengatakan; "Kembalikan cincinku, gelangku dan seterusnya," kata Harahap. Sekarang, relawan itu telah dipulangkan ke tempat asalnya, Medan. Kabarnya, di sana dia masih sering kesurupan dan oleh keluarganya dibawa ke seorang paranormal, tapi belum sembuh-sembuh. Karena itu, Harahap berharap proses perekrutan relawan juga harus mengedepankan aspek moral agar kejadian seperti ini tidak terulang. Adakah rasa mual atau jijik saat berhadapan dengan mayat busuk?

"Sama sekali tidak," jawab Harahap. Rupanya, dia juga punya kiat khusus untuk mengakali aroma yang terasa menampar hidung itu. "Pas pertama kali mau mulai mengangkat mayat, saya hirup dulu aroma mayat itu dalam-dalam. Tarik napas sampai dada penuh, buang, tarik lagi, terus begitu sampai tiga kali. Sesudah itu, mungkin karena biasa, aroma busuk jadi tak tercium lagi," jelasnya.

Trik itulah yang membuatnya tahan berada di dekat mayat, walaupun jaraknya hanya sejengkal dan tanpa masker. Sementara orang biasa, meski dilengkapi masker dan jaraknya lima meter dari mayat, masih saja menutup hidung. Bau mayat manusia hanya beda tipis dengan bau bangkai binatang. Ia punya cara unik untuk membedakannya. Pengetahuan ini didapatnya saat menjadi evakuator mayat usai banjir bandang melanda kawasan Bukit Lawang, Bahorok tahun lalu.

"Kalau bangkai binatang, ketika dihirup dalam-dalam, terasa pedasnya hanya sampai hidung. Tapi kalau mayat manusia, bisa menusuk sampai ke ulu hati," katanya. Identifikasi bau ini ternyata sangat perlu untuk membantu kelancaran proses perburuan mayat. Setelah tahu itu aroma yang ditebarkan mayat manusia, mereka tinggal menentukan arah angin dan menuju ke sana sambil celingak-celinguk mencari sumbernya. Selain mengandalkan penciuman, Harahap juga pernah mendapat petunjuk khusus bahwa di suatu lokasi ada mayat.

Pengalaman ini diperolehnya beberapa hari lalu. Ketika itu, sekitar pukul 02.00 pagi, dia dan dua rekannya yang sedang asyik berbincang di Pendopo Gubernur NAD, mendengar lolongan anjing. "Bunyinya aneh, kalau didengar dengan seksama, suaranya seperti orang minta tolong, tolooooooooooooong! panjang," tutur Harahap sambil menyapu rambut-rambut di kedua lengannya yang spontan meremang.

Mereka menduga, saat itu sedang terjadi penjarahan oleh pihak tak bertanggung jawab. Maklumlah, ada saja yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan demi kepentingan pribadi, tanpa peduli nasib orang lain. Ditemani seorang aparat, mereka lalu pergi ke arah suara anjing tadi. Ternyata, di sekitar lokasi itu ditemukan sesosok mayat laki-laki setengah tua yang berlumuran lumpur. "Rupanya, mayat itu minta dievakuasi".

"Tapi terserah deh, mau percaya atau tidak," tukasnya. Banda Aceh memang mayoritas muslim dan berjuluk Serambi Makkah, namun di sepanjang jalan, kita akan banyak menemukan anjing berkeliaran. Kata seorang warga, kebanyakan anjing ini adalah anjing liar. Anjing-anjing tersebut awalnya dibawa oleh orang luar, biasanya anggota TNI. Mereka ini, rata-rata hanya bertugas selama satu atau dua tahun di Aceh, setelah itu pindah ke daerah lain. Anjing peliharaan banyak yang ditinggal, sebagian diambil warga untuk dipelihara sedang sebagian lain menjadi anjing liar.

Karena di Aceh berlaku syariat Islam, yang memelihara anjing tidak boleh memasukkannya ke dalam rumah, hanya di pekarangan saja. Mengingat cukup banyaknya anjing di Aceh, tidak mengherankan kalau terdengar lolongan atau gonggongan anjing di malam hari. Harahap juga berbagi pengalaman yang sulit untuk dinalar. Ketika malam tiba, waktu sedang istirahat sambil berbincang-bincang, sering ada hawa aneh yang menghampirinya. Hawa itu disertai aroma sebagaimana mayat busuk.

"Wujudnya tidak nampak, hanya bau busuk saja sebentar," jelasnya. Dia beranggapan bahwa hawa dan bau busuk itu adalah arwah mayat yang tadi siangnya dievakuasi dan ingin berterima kasih kepadanya. "Kalau dia datang, paling saya bilang, 'kuterima terima kasihmu', itu saja, terus baunya hilang," sebutnya. "Hal-hal seperti itu tak terlalu kami pikirkan," sambungnya.**

Tidak ada komentar: