Desa Siding Kecamatan Siding Indonesia (Bawah), bandingkan dengan Desa Gumbang Malaysia (Atas)
Dimuat Pontianak Post, Sabtu, 19 Maret 2005
Menyusuri Pergeseran Patok Perbatasan Kalbar-Sarawak -1-
Di Wilayah RI, Celcom Welcomes You to Malaysia...
Hampir 60 tahun negeri ini merdeka. Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalbar masih terisolir. Ibarat yatim piatu, hangatnya pelukan ibu pertiwi seakan tak pernah mereka rasakan. Kelihatan begitu kontras dengan tetangga mereka, Kampung Gumbang, Distrik Sirikin, Sarawak, Malaysia.
Laporan Uray Ronald, Bengkayang
BERGESERNYA patok perbatasan Kalbar-Sarawak di Desa Siding (Kalbar) dan Kampung Gumbang (Sarawak) sempat menjadi perhatian berbagai kalangan. Apalagi persoalan itu mencuat ditengah klaim Malaysia atas Blok Ambalat, Kaltim. Dephan, TNI-AD dan unsur terkait turun ke lapangan mengecek langsung kebenaran informasi itu. Desa Siding, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang pun menjadi sorotan.
Namun tak banyak yang tahu bagaimana kondisi kehidupan di desa nun jauh di perbatasan sana. Untuk mencapai kawasan ini bisa dibilang sulit. Dari Kecamatan Seluas --kecamatan yang bisa dihubungi dengan transportasi darat dari Kota Bengkayang-- kita harus menempuh perjalanan selama 4 hingga 5 jam dengan speedboat 15 PK. Bahkan, perjalanan akan lebih sulit jika musim kemarau.
Sebab, Sungai Kumba yang menghubungkan kedua daerah tersebut airnya kering. "Speed sering kandas dan mau tidak mau kita harus turun dan mendorongnya. Perjalanan jadi lebih lama," kata Camat Siding, B Petrus Diaz STP. Belum lagi ongkos yang dibutuhkan untuk menumpang speedboat. Rata-rata, warga harus merogoh kocek sebesar Rp150 ribu hingga Rp200 ribu. Mereka juga punya akses jalan darat.
Namun, kondisinya juga sangat memprihatinkan. Jalan itu adalah jalan tanah eks HPH PT Yamaker. Dari Jagoi Babang menuju Siding dapat dicapai selama 2 jam perjalanan dengan ojek sepeda motor. Waktu dua jam ini hanya bagi yang mahir dan berpengalaman melaluinya. Bagi pemula atau yang amatir, perjalanan akan jauh lebih lama. Apalagi di musim hujan. Jalan akan menyerupai "bubur tanah kuning" yang sangat licin.
Jalur transportasi inilah yang ditempuh Pontianak Post bersama Dandim 1202/Singkawang, Letkol Inf Putro Lelono meninjau patok batas. Jalan tanah tersebut berbatu-batu dan berlubang. Di kiri dan kanannya ada jurang sehingga membuat miris orang yang tak biasa melewatinya. Kadang harus menanjak bukit terjal. Jika naik sepeda motor, kalau bukan menggunakan gigi satu, tidak akan bisa. Turunan akan lebih parah lagi. Rem harus benar-benar dipersiapkan kalau tak ingin masuk jurang.
Tak hanya itu, juga harus melalui jembatan yang sudah rusak. Ada jembatan hanya terbuat dari sebatang kayu bulat berukuran sekitar 30 cm yang permukaannya "sedikit" diratakan. Sepanjang perjalanan, hanya bisa melihat kondisi hutan yang telah dieksploitasi besar-besaran. Hanya sedikit pohon komersil yang tersisa, itupun kecil-kecil ukurannya. Ongkos ojek ke sana sekitar Rp150 ribu. Ketika sampai di puncak salah satu bukit, ponsel Pontianak Post sempat berbunyi.
Celcom, operator satelit yang beroperasi di Malaysia mengirim pesan singkat. "Celcom welcomes you to Malaysia...", demikian bunyi pesannya. Hal ini menandakan bahwa hubungan telekomunikasi Malaysia lebih mudah diakses oleh kawasan ini dibanding milik Indonesia. Namun, setelah perjalanan dilanjutkan, sinyal kembali menghilang. Kecamatan Siding yang dimekarkan sesuai Perda Kabupaten Bengkayang Nomor 26/2003 itu juga belum punya listrik.
Hanya beberapa warga yang mampu membeli mesin diesel untuk penerangannya. Itupun tidak dipakai sepanjang malam dan juga tidak tiap hari. Hal ini karena bahan bakar mahal. Sebagian besar penduduk masih menggunakan pelita. Radio dan televisi milik masyarakat pun masih terbatas. Siaran yang mereka tangkap masih milik Malaysia. Hal ini membuat masyarakat setempat cenderung "Malaysia Minded".
Penunjuk waktu pun mereka setel sesuai waktu Malaysia. Apalagi ketika anak-anak muda yang bekerja di negeri jiran kembali yaitu sekitar bulan Juni. Mereka pulang untuk ikut memeriahkan gawai (pesta rakyat setelah panen). Suasana Malaysia akan sangat kental di sana. Bahasa yang akan didengar hanyalah Bahasa Malaysia. Ada delapan desa di kecamatan ini. Hubungan antardesa sangat sulit. Sekitar 90 persennya hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki.
"Yang terdekat 2 jam jalan kaki tanpa istirahat dan yang terjauh lebih dari satu hari menggunakan jalan tikus yaitu ke Desa Sungkung," ungkap Petrus. Sedangkan untuk ke Gumbang Serikin Malaysia, perjalanan menggunakan jalan setapak cuma 2 jam turun naik bukit. Jauh lebih dekat dan murah dibanding ke Seluas. Bahkan, Kecamatan Siding yang pegawainya cuma enam orang juga belum punya kantor camat.
Selama ini, mereka menumpang di kantor desa. Dengan personil yang minim itu mereka kesulitan untuk memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakatnya. Dari aspek pendidikan, mereka hanya punya sembilan SD dan tak satupun SMP. Jumlah guru pun sangat terbatas. Misalnya di SD 01 Siding, gurunya hanya empat orang. Satu guru sekaligus menangani dua kelas di jam yang sama. Karenanya, tak heran jika banyak generasi mudanya yang putus sekolah.
Jika ingin melanjutkan, mereka harus keluar daerah, ke Seluas atau Bengkayang. Hal ini butuh biaya mahal sementara penduduk yang rata-rata petani kebanyakan kurang mampu. Rata-rata, setamat SD mereka langsung bekerja ke Malaysia. Minimnya sarana dan prasarana itulah menjadi alasan kawasan ini dimekarkan. Dengan ini, ke depan pemkab diharapkan dapat membuka akses dan memberikan pelayanan yang lebih kepada masyarakat. Dari delapan desa di Siding, tiga diantaranya berbatasan langsung dengan Malaysia, yaitu Desa Siding, Sungkung dan Tangguh.
Di perbatasan Malaysia sendiri, kondisinya sangat jauh berbeda. Transportasinya sangat lancar, jalan aspal mulus yang lebarnya sekitar 7 meter siap menghubungkan antar desa dan kota. Selain itu, sudah ada bus angkutan (van) yang dapat mengangkut enumpang. Misalnya di Kampung Gumbang yang berbatasan langsung dengan Desa Siding. Berbagai jenis kebutuhan masyarakat juga telah tersedia dengan lengkap. Menurut Maryanto, Plt Kasi Trantib Kecamatan Siding, jalan mulus di Gumbang membuatnya segan untuk membuang sampah.
Di sana juga tersedia sebuah generator besar yang menyuplai kebutuhan listrik bagi seluruh masyarakat. Karena itulah, masyarakat Siding lebih senang berbelanja ke Kampung Gumbang Distrik Serikin, Negara Bagian Sarawak Malaysia ketimbang ke Seluas. Dari Siding, mereka hanya butuh sekitar dua jam jalan kaki tanpa biaya berarti. Mereka tak perlu membuat Pas Lintas Batas karena melalui hutan. Dari Gumbang, mereka bisa jalan-jalan ke Bauk dan Kuching dengan bebas menggunakan angkutan ben.(bersambung)
Menyusuri Pergeseran Patok Perbatasan Kalbar-Sarawak -1-
Di Wilayah RI, Celcom Welcomes You to Malaysia...
Hampir 60 tahun negeri ini merdeka. Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalbar masih terisolir. Ibarat yatim piatu, hangatnya pelukan ibu pertiwi seakan tak pernah mereka rasakan. Kelihatan begitu kontras dengan tetangga mereka, Kampung Gumbang, Distrik Sirikin, Sarawak, Malaysia.
Laporan Uray Ronald, Bengkayang
BERGESERNYA patok perbatasan Kalbar-Sarawak di Desa Siding (Kalbar) dan Kampung Gumbang (Sarawak) sempat menjadi perhatian berbagai kalangan. Apalagi persoalan itu mencuat ditengah klaim Malaysia atas Blok Ambalat, Kaltim. Dephan, TNI-AD dan unsur terkait turun ke lapangan mengecek langsung kebenaran informasi itu. Desa Siding, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang pun menjadi sorotan.
Namun tak banyak yang tahu bagaimana kondisi kehidupan di desa nun jauh di perbatasan sana. Untuk mencapai kawasan ini bisa dibilang sulit. Dari Kecamatan Seluas --kecamatan yang bisa dihubungi dengan transportasi darat dari Kota Bengkayang-- kita harus menempuh perjalanan selama 4 hingga 5 jam dengan speedboat 15 PK. Bahkan, perjalanan akan lebih sulit jika musim kemarau.
Sebab, Sungai Kumba yang menghubungkan kedua daerah tersebut airnya kering. "Speed sering kandas dan mau tidak mau kita harus turun dan mendorongnya. Perjalanan jadi lebih lama," kata Camat Siding, B Petrus Diaz STP. Belum lagi ongkos yang dibutuhkan untuk menumpang speedboat. Rata-rata, warga harus merogoh kocek sebesar Rp150 ribu hingga Rp200 ribu. Mereka juga punya akses jalan darat.
Namun, kondisinya juga sangat memprihatinkan. Jalan itu adalah jalan tanah eks HPH PT Yamaker. Dari Jagoi Babang menuju Siding dapat dicapai selama 2 jam perjalanan dengan ojek sepeda motor. Waktu dua jam ini hanya bagi yang mahir dan berpengalaman melaluinya. Bagi pemula atau yang amatir, perjalanan akan jauh lebih lama. Apalagi di musim hujan. Jalan akan menyerupai "bubur tanah kuning" yang sangat licin.
Jalur transportasi inilah yang ditempuh Pontianak Post bersama Dandim 1202/Singkawang, Letkol Inf Putro Lelono meninjau patok batas. Jalan tanah tersebut berbatu-batu dan berlubang. Di kiri dan kanannya ada jurang sehingga membuat miris orang yang tak biasa melewatinya. Kadang harus menanjak bukit terjal. Jika naik sepeda motor, kalau bukan menggunakan gigi satu, tidak akan bisa. Turunan akan lebih parah lagi. Rem harus benar-benar dipersiapkan kalau tak ingin masuk jurang.
Tak hanya itu, juga harus melalui jembatan yang sudah rusak. Ada jembatan hanya terbuat dari sebatang kayu bulat berukuran sekitar 30 cm yang permukaannya "sedikit" diratakan. Sepanjang perjalanan, hanya bisa melihat kondisi hutan yang telah dieksploitasi besar-besaran. Hanya sedikit pohon komersil yang tersisa, itupun kecil-kecil ukurannya. Ongkos ojek ke sana sekitar Rp150 ribu. Ketika sampai di puncak salah satu bukit, ponsel Pontianak Post sempat berbunyi.
Celcom, operator satelit yang beroperasi di Malaysia mengirim pesan singkat. "Celcom welcomes you to Malaysia...", demikian bunyi pesannya. Hal ini menandakan bahwa hubungan telekomunikasi Malaysia lebih mudah diakses oleh kawasan ini dibanding milik Indonesia. Namun, setelah perjalanan dilanjutkan, sinyal kembali menghilang. Kecamatan Siding yang dimekarkan sesuai Perda Kabupaten Bengkayang Nomor 26/2003 itu juga belum punya listrik.
Hanya beberapa warga yang mampu membeli mesin diesel untuk penerangannya. Itupun tidak dipakai sepanjang malam dan juga tidak tiap hari. Hal ini karena bahan bakar mahal. Sebagian besar penduduk masih menggunakan pelita. Radio dan televisi milik masyarakat pun masih terbatas. Siaran yang mereka tangkap masih milik Malaysia. Hal ini membuat masyarakat setempat cenderung "Malaysia Minded".
Penunjuk waktu pun mereka setel sesuai waktu Malaysia. Apalagi ketika anak-anak muda yang bekerja di negeri jiran kembali yaitu sekitar bulan Juni. Mereka pulang untuk ikut memeriahkan gawai (pesta rakyat setelah panen). Suasana Malaysia akan sangat kental di sana. Bahasa yang akan didengar hanyalah Bahasa Malaysia. Ada delapan desa di kecamatan ini. Hubungan antardesa sangat sulit. Sekitar 90 persennya hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki.
"Yang terdekat 2 jam jalan kaki tanpa istirahat dan yang terjauh lebih dari satu hari menggunakan jalan tikus yaitu ke Desa Sungkung," ungkap Petrus. Sedangkan untuk ke Gumbang Serikin Malaysia, perjalanan menggunakan jalan setapak cuma 2 jam turun naik bukit. Jauh lebih dekat dan murah dibanding ke Seluas. Bahkan, Kecamatan Siding yang pegawainya cuma enam orang juga belum punya kantor camat.
Selama ini, mereka menumpang di kantor desa. Dengan personil yang minim itu mereka kesulitan untuk memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakatnya. Dari aspek pendidikan, mereka hanya punya sembilan SD dan tak satupun SMP. Jumlah guru pun sangat terbatas. Misalnya di SD 01 Siding, gurunya hanya empat orang. Satu guru sekaligus menangani dua kelas di jam yang sama. Karenanya, tak heran jika banyak generasi mudanya yang putus sekolah.
Jika ingin melanjutkan, mereka harus keluar daerah, ke Seluas atau Bengkayang. Hal ini butuh biaya mahal sementara penduduk yang rata-rata petani kebanyakan kurang mampu. Rata-rata, setamat SD mereka langsung bekerja ke Malaysia. Minimnya sarana dan prasarana itulah menjadi alasan kawasan ini dimekarkan. Dengan ini, ke depan pemkab diharapkan dapat membuka akses dan memberikan pelayanan yang lebih kepada masyarakat. Dari delapan desa di Siding, tiga diantaranya berbatasan langsung dengan Malaysia, yaitu Desa Siding, Sungkung dan Tangguh.
Di perbatasan Malaysia sendiri, kondisinya sangat jauh berbeda. Transportasinya sangat lancar, jalan aspal mulus yang lebarnya sekitar 7 meter siap menghubungkan antar desa dan kota. Selain itu, sudah ada bus angkutan (van) yang dapat mengangkut enumpang. Misalnya di Kampung Gumbang yang berbatasan langsung dengan Desa Siding. Berbagai jenis kebutuhan masyarakat juga telah tersedia dengan lengkap. Menurut Maryanto, Plt Kasi Trantib Kecamatan Siding, jalan mulus di Gumbang membuatnya segan untuk membuang sampah.
Di sana juga tersedia sebuah generator besar yang menyuplai kebutuhan listrik bagi seluruh masyarakat. Karena itulah, masyarakat Siding lebih senang berbelanja ke Kampung Gumbang Distrik Serikin, Negara Bagian Sarawak Malaysia ketimbang ke Seluas. Dari Siding, mereka hanya butuh sekitar dua jam jalan kaki tanpa biaya berarti. Mereka tak perlu membuat Pas Lintas Batas karena melalui hutan. Dari Gumbang, mereka bisa jalan-jalan ke Bauk dan Kuching dengan bebas menggunakan angkutan ben.(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar