Dimuat Pontianak Post Selasa, 4 Oktober 2005
WNI Capai 20 % Penduduk Sarawak
KJRI Kuching Resmi Dibuka
Kuching- Kemarin (3/10), Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Kuching resmi dibuka oleh Sekjen Deplu RI, Sujadnan Parnohadi. Diharapkan, dengan adanya KJRI, kerjasama antara pemerintah, masyarakat dan aparat dari kedua negara bisa lebih ditingkatkan. Selain itu, pelayanan dan perlindungan bagi WNI di Sarawak juga dapat lebih optimal. Menurut Sujadnan, tercatat sekitar 170 ribuan TKI berada di Sarawak.
Jika dikalkulasikan dengan jumlah anggota keluarga dari TKI tersebut, diperkirakan jumlah WNI yang berada di Sarawak mencapai sekitar 480 ribu orang. "Jumlah ini duapuluh persen dari total penduduk Sarawak," ungkapnya dalam acara peresmian itu. Mengingat kondisi tersebut, perhatian serius dari pemerintah dan keberadaan KJRI dinilai sebagai sebuah keniscayaan. Lembaga ini dapat membantu menyelesaikan permasalahan, memberikan pelayanan dan perlindungan bagi WNI di Sarawak.
"Hendaknya KJRI dimanapun dapat menjadi Rumah Indonesia yang ramah, melayani dan melindungi," harapnya. Sujadnan lantas memaparkan data yang diperoleh Deplu RI beberapa tahun terakhir tentang kondisi hubungan kedua negara. Jumlah WNI yang menghadapi masalah dan memerlukan bantuan KJRI pada 2002 sebanyak 9.002 orang. Jumlah ini meningkat menjadi 15.557 orang pada 2004 lalu. "Angka ini cukup besar. Jadi, KJRI memang harus ada," ujarnya.
Sedangkan di bidang perdagangan, data Deplu juga menunjukkan adanya surplus bagi Indonesia. Pada 2002 lalu, nilai ekspor Indonesia ke Sarawak tembus angka 238,9 juta ringgit. Pada 2003, jumlah itu meningkat menjadi 273 juta ringgit. Kerjasama yang erat antara kedua negara juga ditunjukkan dalam bentuk kerjasama Sosek Malindo. Kerjasama ini antara lain di bidang penangananan masalah penyelundupan, human trafficking, illegal logging dan pariwisata. "Masih banyak bentuk-bentuk kerjasama lain yang telah dilakukan. Kerjasama ini masih berpotensi untuk dikembangkan," katanya.
Sementara itu, Duta Besar RI untuk Malaysia, KPH Rusdihardjo SH menyebutkan, KJRI ini merupakan yang keempat di Malaysia setelah Penang, Johor Baharu dan Kota Kinabalu. Sebelumnya, di Kuching hanya ada Kantor Perwakilan KJRI yang merupakan cabang dari KJRI Kota Kinabalu. Proses administratif pembentukan KJRI ini, menurutnya telah memakan waktu selama dua tahun yaitu sejak kunjungan Presiden RI Megawati ke Malaysia pada 2003 lalu.
"Persetujuan resmi dari Pemerintah Malaysia baru pada tahun 2005," ungkapnya. Adanya KJRI dinilai dapat mendorong adanya peningkatan dan perlindungan bagi WNI. Di samping itu, ini juga membuka peluang peningkatan perdagangan, investasi dan kerjasama baru antara Indonesia dan Malaysia khususnya antara Sarawak dengan Kalbar dan Kaltim yang berbatasan langsung. Keberadaan KJRI menurutnya akan sangat membantu mencegah dan menyelesaikan permasalahan WNI.
Karena itu, ia mengimbau kepada seluruh WNI yang berada di Sarawak untuk menghubungi KJRI jika menghadapi berbagai permasalahan. Sebaliknya, Rusdihardjo juga meminta agar WNI yang berada di Sarawak lebih sadar akan aturan pemerintah setempat. Hal ini untuk menghindari berbagai masalah yang dapat menimbulkan kesulitan seperti hilangnya legalitas keberadaan, kewarganegaraan dan status kerja. Ia juga menyampaikan, peningkatan status dari Kantor Penghubung menjadi KJRI akan lebih meningkatkan interaksi sosial masyarakat Indonesia karena akan ada pejabat yang bertanggung jawab dalam bidang sosial budaya.
Ketua Tim Persiapan Pembukaan KJRI Kuching, Rubaya Thalib, juga menyatakan hal yang senada. Menurutnya, peningkatan status dari sekedar perwakilan menjadi sebuah KJRI sangat urgen. Hal ini mengingat semakin pesatnya hubungan bilateral antara Indonesia dan Malaysia di segala bidang. "Adanya KJRI ini sudah sangat dinanti-nantikan oleh WNI yang ada di sini," katanya.
Acara peresmian yang dihadiri Gubernur Kalbar Usman Ja'far dan beberapa pejabat teras Malaysia itu ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Sekjen Deplu RI, Sudjadnan Parnohadi dan diiringi musik tradisional Indonesia.
Mengheningkan Cipta
Peresmian KJRI mustinya disambut dengan gembira oleh segenap hadirin. Sebaliknya, acara itu diwarnai dengan mengheningkan cipta yang dipimpin Sudjadnan. Hal ini terkait dengan tragedi bom bali pada Sabtu (1/10) malam lalu. Insiden yang menelan korban sekitar 26 jiwa dan ratusan luka-luka itu masih menyisakan duka yang mendalam. Mengheningkan cipta ini dimaksudkan sebagai bentuk belasungkawa dan ucapan doa kepada para korban beserta anggota keluarganya. Dari informasi terakhir yang diterima Deplu, tidak ada Warga Negara Malaysia yang turut menjadi korban dalam peristiwa tersebut.(rnl)
WNI Capai 20 % Penduduk Sarawak
KJRI Kuching Resmi Dibuka
Kuching- Kemarin (3/10), Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Kuching resmi dibuka oleh Sekjen Deplu RI, Sujadnan Parnohadi. Diharapkan, dengan adanya KJRI, kerjasama antara pemerintah, masyarakat dan aparat dari kedua negara bisa lebih ditingkatkan. Selain itu, pelayanan dan perlindungan bagi WNI di Sarawak juga dapat lebih optimal. Menurut Sujadnan, tercatat sekitar 170 ribuan TKI berada di Sarawak.
Jika dikalkulasikan dengan jumlah anggota keluarga dari TKI tersebut, diperkirakan jumlah WNI yang berada di Sarawak mencapai sekitar 480 ribu orang. "Jumlah ini duapuluh persen dari total penduduk Sarawak," ungkapnya dalam acara peresmian itu. Mengingat kondisi tersebut, perhatian serius dari pemerintah dan keberadaan KJRI dinilai sebagai sebuah keniscayaan. Lembaga ini dapat membantu menyelesaikan permasalahan, memberikan pelayanan dan perlindungan bagi WNI di Sarawak.
"Hendaknya KJRI dimanapun dapat menjadi Rumah Indonesia yang ramah, melayani dan melindungi," harapnya. Sujadnan lantas memaparkan data yang diperoleh Deplu RI beberapa tahun terakhir tentang kondisi hubungan kedua negara. Jumlah WNI yang menghadapi masalah dan memerlukan bantuan KJRI pada 2002 sebanyak 9.002 orang. Jumlah ini meningkat menjadi 15.557 orang pada 2004 lalu. "Angka ini cukup besar. Jadi, KJRI memang harus ada," ujarnya.
Sedangkan di bidang perdagangan, data Deplu juga menunjukkan adanya surplus bagi Indonesia. Pada 2002 lalu, nilai ekspor Indonesia ke Sarawak tembus angka 238,9 juta ringgit. Pada 2003, jumlah itu meningkat menjadi 273 juta ringgit. Kerjasama yang erat antara kedua negara juga ditunjukkan dalam bentuk kerjasama Sosek Malindo. Kerjasama ini antara lain di bidang penangananan masalah penyelundupan, human trafficking, illegal logging dan pariwisata. "Masih banyak bentuk-bentuk kerjasama lain yang telah dilakukan. Kerjasama ini masih berpotensi untuk dikembangkan," katanya.
Sementara itu, Duta Besar RI untuk Malaysia, KPH Rusdihardjo SH menyebutkan, KJRI ini merupakan yang keempat di Malaysia setelah Penang, Johor Baharu dan Kota Kinabalu. Sebelumnya, di Kuching hanya ada Kantor Perwakilan KJRI yang merupakan cabang dari KJRI Kota Kinabalu. Proses administratif pembentukan KJRI ini, menurutnya telah memakan waktu selama dua tahun yaitu sejak kunjungan Presiden RI Megawati ke Malaysia pada 2003 lalu.
"Persetujuan resmi dari Pemerintah Malaysia baru pada tahun 2005," ungkapnya. Adanya KJRI dinilai dapat mendorong adanya peningkatan dan perlindungan bagi WNI. Di samping itu, ini juga membuka peluang peningkatan perdagangan, investasi dan kerjasama baru antara Indonesia dan Malaysia khususnya antara Sarawak dengan Kalbar dan Kaltim yang berbatasan langsung. Keberadaan KJRI menurutnya akan sangat membantu mencegah dan menyelesaikan permasalahan WNI.
Karena itu, ia mengimbau kepada seluruh WNI yang berada di Sarawak untuk menghubungi KJRI jika menghadapi berbagai permasalahan. Sebaliknya, Rusdihardjo juga meminta agar WNI yang berada di Sarawak lebih sadar akan aturan pemerintah setempat. Hal ini untuk menghindari berbagai masalah yang dapat menimbulkan kesulitan seperti hilangnya legalitas keberadaan, kewarganegaraan dan status kerja. Ia juga menyampaikan, peningkatan status dari Kantor Penghubung menjadi KJRI akan lebih meningkatkan interaksi sosial masyarakat Indonesia karena akan ada pejabat yang bertanggung jawab dalam bidang sosial budaya.
Ketua Tim Persiapan Pembukaan KJRI Kuching, Rubaya Thalib, juga menyatakan hal yang senada. Menurutnya, peningkatan status dari sekedar perwakilan menjadi sebuah KJRI sangat urgen. Hal ini mengingat semakin pesatnya hubungan bilateral antara Indonesia dan Malaysia di segala bidang. "Adanya KJRI ini sudah sangat dinanti-nantikan oleh WNI yang ada di sini," katanya.
Acara peresmian yang dihadiri Gubernur Kalbar Usman Ja'far dan beberapa pejabat teras Malaysia itu ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Sekjen Deplu RI, Sudjadnan Parnohadi dan diiringi musik tradisional Indonesia.
Mengheningkan Cipta
Peresmian KJRI mustinya disambut dengan gembira oleh segenap hadirin. Sebaliknya, acara itu diwarnai dengan mengheningkan cipta yang dipimpin Sudjadnan. Hal ini terkait dengan tragedi bom bali pada Sabtu (1/10) malam lalu. Insiden yang menelan korban sekitar 26 jiwa dan ratusan luka-luka itu masih menyisakan duka yang mendalam. Mengheningkan cipta ini dimaksudkan sebagai bentuk belasungkawa dan ucapan doa kepada para korban beserta anggota keluarganya. Dari informasi terakhir yang diterima Deplu, tidak ada Warga Negara Malaysia yang turut menjadi korban dalam peristiwa tersebut.(rnl)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar