Jumat, 08 Agustus 2008

Sembahyang Kubur


Sembahyang Kubur Dimulai, Pemakaman Terasa Hidup

Bulan Agustus ini, warga tionghoa Kota Singkawang kembali disibukkan dengan aktivitas sembahyang kubur. Para perantau asal Kota Singkawang dari berbagai daerah mulai berdatangan guna memberikan penghormatan kepada arwah leluhur serta sanak keluarga mereka yang telah beristirahat dalam damai. Kompleks-kompleks pemakaman tionghoa yang biasanya lengang pun mulai terasa “hidup”.

Uray Ronald, Singkawang

A Fang (25), pemilik sebuah warung kopi di Jalan Alianyang Singkawang tak ketinggalan dalam melestarikan tradisi ini. Sejak beberapa hari lalu, keluarganya mulai sibuk mempersiapkan ritual sembahyang kubur. Berbagai bahan yang diperlukan sudah dibeli dari pasar. Berkarung-karung uang tail yang terbuat dari kertas terlihat menumpuk di sebuah ruangan belakang kediamannya yang tak jauh dari Sekretariat Pemkot itu. Begitu pula bahan-bahan lainnya.
Dalam waktu dekat, ia sekeluarga akan melaksanakan sembahyang kubur. “Untuk sembahyang kubur, masih ada waktu sampai pertengahan bulan ini,” katanya, kemarin. Menurut A Fang, sembahyang kubur kali ini adalah yang kedua di tahun 2008. Sebelumnya, sembahyang kubur juga sudah dilaksanakan beberapa bulan lalu (Maret). Sembahyang kubur bagi warga keturunan tionghoa dilaksanakan minimal setahun sekali.
Sembahyang kubur merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada leluhur dan sebagai momen untuk memohon doa agar anak cucunya di dunia ini diberi kehidupan yang lebih baik dan bahagia. Sembahyang kubur juga merupakan kesempatan untuk mendoakan leluhur agar arwahnya tenang di alam baka. Di musim ini, warga tionghoa beramai-ramai berziarah ke pemakaman leluhur dan sanak keluarganya.
Saat ini juga menjadi ajang pertemuan antar-keluarga yang sangat mengharukan. Nuansa sembahyang kubur juga terasa di kawasan pasar Singkawang, khususnya di kompleks-kompleks pertokoan yang menjual aneka bahan-bahan untuk ritual tersebut.

Ini misalnya di Jalan SM Tsjafiudin (tak jauh dari BNI) dan Jalan Sama-Sama. Ah Fa (38), pemilik salah satu toko di Jalan Tsjafiudin mengatakan, sedikitnya ada 20 toko yang menjual pernak-pernik ini. Sejak sebulan lalu, Ah Fa sudah mempersiapkan stok dagangan berupa bahan-bahan untuk sembahyang kubur. Bahan apa saja yang diperlukan? Menurut dia, semua perlengkapan orang “hidup” juga diperlukan untuk sembahyang kubur, mulai dari baju, sepatu, sandal, uang, mobil, kapal, pesawat, sepeda, rumah sampai jam dinding.

“Pokoknya semua yang dipakai orang hidup. Hanya saja, bahan-bahannya terbuat dari kertas,” ujarnya. Tak heran jika toko milik Ah Fa yang didirikan sejak 10 tahun lalu ini tampak cukup sesak dengan produk-produk dari kertas tersebut. Produk-produk ini menurutnya dibeli di sebuah pabrik yang berletak di Jalan Kridasana Singkawang. Bahan dasar pembuatan barang-barang tersebut didatangkan langsung dari Republik Rakyat Cina (RRC). “Di Indonesia memang belum ada,” katanya.

Belakangan ini, pembeli yang datang ke toko Ah Fa lumayan ramai. Meski tidak menghitung secara pasti, setiap hari sedikitnya ada puluhan orang yang datang untuk membeli perlengkapan sembahyang kubur. Di tempat terpisah, Ketua Majelis Tao Indonesia (MTI) Kota Singkawang, Chai Ket Khiong menyebutkan, selain bahan-bahan dari kertas, sembahyang kubur juga memerlukan aneka sesajian lain berupa hidangan buah-buahan, ayam dan lain-lain. Setiap akan dilaksanakan sembahyang, pemakaman terlebih dahulu dibersihkan. Sembahyang kubur ini dapat dilakukan pagi atau sore hari.

“Banyak warga Tao yang tinggal di luar Kota Singkawang pulang kampung untuk melaksanakan sembahyang kubur ini,” katanya. Dalam sembahyang kubur ini, kata Akhiong, meskipun anggota keluarga sudah meninggal, warga tionghoa tetap menganggapnya sebagai keluarga dan tidak dilupakan begitu saja.

XF Asali, tokoh tionghoa Kota Pontianak menjelaskan, sembahyang kubur ini bisa disebut sembahyang Ceng Beng (di Kalbar lebih akrab di sebut Cheng Meng dalam dialek Tio Ciu atau Chin Min dalam dialeg Khek/Hakka). Untuk mengetahui asal-usul dan makna Ceng Beng, menurutnya konsep 24 Jie Qi (periode) yang dibagi dalam 1 tahun Imlek harus dipahami terlebih dahulu. Jie Qi diawali dengan periode ke-1 (Li Cun), yaitu dimulainya musim semi sampai dengan periode ke-24 (Da Han) yaitu musim dingin sekali. Sesuai pergantian musim, ada 24 Jie Qi (periode) dalam kalender Imlek yang dihitung berdasarkan pada pergerakan bulan mengelilingi bumi.

Dari buku Tah Thung Su cetakan ulang 2004 (Ensiklopedi China), Asali mengatakan, Ceng Beng secara harfiah artinya "Jelas Terang" yang menunjukkan cuaca saat periode ke-5 dari 24 Jie Qi. Sembahyang ini sudah dapat dimulai sesudah Jie Qi ke 4 (Chun Fen = pemisahan semi di tanggal 3 bulan 2 Imlek). Sembahyang kuburan Ceng Beng dilaksanakan selama 15 hari.

Pada umumnya dalam 15 hari ini, di daratan tiongkok cuacanya terang benderang, maka dinamakan Ceng Beng. Kesempatan ini dimanfaatkan warga tionghoa untuk sembahyang kuburan serta mengenang leluhur yang telah mendahului. Kejadian ini sudah ada sejak Dinasti Chin (221-206 SM) dan meluas pada Dinasti Shui (581-618). Pada Dinasti Thang (618-907) berkembang serta menyebar merata ke seluruh daratan Tiongkok. Bahkan terbawa oleh para perantau Tionghoa menyebar ke tempat mereka menetap, seperti di Kalbar.

Kegiatan yang diutamakan dalam upacara ini yaitu Xao Muh (membersihkan kuburan). Xao Muh menandakan bahwa kuburan ini mempunyai keturunan yang masih hidup serta mampu memeliharanya dan mendoakan sanak famili yang sudah lebih dulu pergi ke alam baka dan memohon berkah.

Bagi penganut Tri Dharma, persembahan yang diutamakan antara lain dupa, lilin, pakaian/uang kertas alam barzakh, teh, arak, 3 jenis daging, dan 5 macam buah-buahan. Uang kertas di alam barzakh ini sebagian besar dibakar dan sebagian kecil disebarkan di sekeliling dan di atas kuburan yang dinamakan Kua Ci, artinya menyebarkan kertas secara harfiah dalam dialek Hakka.

"Itu menandakan bahwa kuburan ini sudah ada keturunannya yang datang untuk sembahyang kuburan, jadi bukanlah kuburan terlantar. Ini adalah salah satu contoh pendidikan tradisi untuk menghormati orang tua/pendahulu," jelasnya.
Sementara menurut Suryanto BSc, seorang tokoh tionghoa lainnya, ritual ini disebut dengan qing ming. Di Kalimantan Barat lebih banyak orang menyebut sembahyang kubur, karena sembahyangnya di depan pusara. Qing Ming adalah budaya orang Tionghoa yang luar biasa tingginya, karena makna yang terkandung didalamnya mempunyai arti yang mendalam dan mencakup berbagai aspek kehidupan manusia serta mempunyai hubungan dengan Sang Pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam sembahyang leluhur (Qing Ming) ada beberapa sesajen yang dihidangkan sebagai perlengkapan sembahyang. Di antaranya San Sheng (tiga jenis makhluk hidup), Wu Guo (Lima jenis buah-buahan), kue-kue, Ming Zhi (uang kertas alam baka) serta perlengkapan lainnya. San Sheng berupa daging babi, daging ayam/itik dan daging Ikan/sotong. Maknanya adalah daging babi melambangkan daratan, daging ayam/itik melambangkan udara dan daging ikan/sotong melambangkan air.
Ketiganya adalah sumber kehidupan manusia. Apabila tanpa ketiga sumber kehidupan, maka tiada makhluk di dunia ini dapat hidup. Wu Guo berupa lima jenis buah-buahan. Ini bermakna bahwa hasil buah-buahan merupakan salah satu karya Tuhan melalui manusia, artinya manusia menanam, Tuhan memberikan kehidupan. Dalam hal ini, tersirat kerja sama antara Tuhan dan Manusia. Kue-kue maknanya adalah manusia diciptakan di dunia wajib berusaha dan berkarya, perwujudannya melalui hidangan kue-kue sebagai hasil karya manusia. Sedangkan Ming-Zhi adalah uang kertas alam baka dan hal ini diyakini oleh pemeluk Agama Khonghucu bahwa setelah kematian masih ada kehidupan lain yakni kehidupan alam baka.
Budaya yang terdapat pada masyarakat Tionghoa atau umat Khonghucu, saat-saat berkumpul bersama-sama secara lengkap adalah ketika orang tua masih hidup atau ketika merayakan pesta ulang tahun orang tua. Tetapi, apabila orang tua telah tiada, maka saat-saat berkumpul (silahturrahmi) adalah saat sembahyang leluhur (Qing Ming). (*)

Dimuat Pontianak Post 5 Agustus 2008 Halaman Metro Singkawang

Tidak ada komentar: