Kita mengenal ada tiga elemen dari struktur insan, yaitu 'Jasad' (tubuh, mental, unsur-unsur psikologis, termasuk syahwat dan hawa nafsu), kemudian 'Nafs' (jiwa, diri kita yang sejati, diri kita sebenarnya yang diturunkan ke bumi untuk menyetir jasad ini), terakhir adalah 'Ruh'. Tidak banyak yang diketahui tentang ruh, sebagaimana disebutkan dalam QS. 17:8.
"Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". Hanya saja, bagi sedikit orang di dunia ini yang sudah sangat dekat dengan Allah, taubatnya maupun keberserahdiriannya (keIslamannya) sudah sangat diterima oleh Allah ta'ala, ada yang dianugerahi Allah dengan elemen ke-empat, yaitu Ruh Al-Quds.
Contohnya bisa dibaca di QS 2:87, 2:253, 15:110, dll. Ada manusia-manusia yang pada dirinya diperkuat dengan Ruh Al-Quds. Dalam diri manusia yang telah disempurnakan Allah (insan kamil) terdapat secuil 'unsur yang sangat mulia,' yaitu yang dibahasakan dalam Al Qur'an sebagai 'Ruhul Quds'. Ruhul Quds bukanlah malaikat Jibril a.s. Jibril disebut sebagai Ruhul Amin, bukan Ruh Al-Quds.
Ketika Allah menyematkan kehadiran unsur ini pada diri seorang manusia, maka inilah yang menyebabkan manusia dikatakan lebih mulia dari makhluk manapun juga. Dalam Al Qur'an Q.S. 2:87 disebutkan:"...dan telah kami berikan bukti-bukti kebenaran (mu'jizat) kepada 'Isa putra Maryam, dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Quds..." (Q.S. 2:87), perhatikan juga 2:253 dan 5:110.
Perhatikan juga kata 'Ruh-Ku' dalam ayat 38:72, yang ditiupkan pada diri manusia:"Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh-Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan sujud kepadanya". (QS. 38:72)
Ayat ini juga menyiratkan bahwa secuil 'zat'Nya itu (ruh-Ku) hanya diturunkan Allah pada manusia yang telah 'disempurnakan-Nya', manusia yang diizinkan-Nya untuk mencapai derajat manusia yang sempurna (insan kamil). Pada Adam as dan Isa as, dua manusia yang diciptakan-Nya langsung dengan 'tangan-Nya' tanpa melalui proses pembuahan, zat ilahiyah 'penyempurna' ini langsung 'tertularkan' ketika mereka diciptakan.
Sedang pada kita manusia biasa yang tercipta melalui proses alamiah atas izin-Nya, juga diberikan perangkat untuk memperolehnya (tepatnya perangkat untuk 'membuat' Allah berkenan dan 'percaya' untuk menurunkannya pada kita).Karena itulah, dalam proses penciptaan Adam as, setelah ditiupkannya Ruh-Nya, malaikatpun bersembah sujud kepada Beliau.
Dengan demikian, bagi manusia yang belum memiliki 'unsur' ini dalam dirinya, sangat wajar jika malaikat tidak akan tunduk padanya, dan dia memang belum layak untuk 'disujudi'.Contoh saja, jika kita sekarang memerintahkan pada malaikat di samping kita untuk menampakkan dirinya, apakah mereka akan tunduk pada perintah kita itu?
Jadi kurang tepat jika kita mengatakan dengan serta-merta bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia di alam semesta. Manusia baru menjadi makhluk yang paling mulia jika telah diperangkati Allah dengan 'unsur' ini. Jika belum diperangkati dengan unsur ini, bahkan kedudukan manusia bisa lebih rendah dari hewan ternak (QS 25:44).
"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam", maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir". (QS. 2:34)
Sujudnya Malaikat kepada Adam (manusia), karena dalam diri manusia yang telah disempurnakanNya sebenarnya juga mengandung 'Zat ilahiyah' --yaitu yang disebut 'Ruh-Ku' dalam ayat 38:72 tadi-- bukan kepada sifat kemanusiaannya Adam. Iblis tidak mampu menyadari zat ilahiah yang ada dalam diri manusia tersebut, sehingga ia enggan bersujud.
http://www.gagakmas.org/qolbu/bblog/trackback.php/145/
Sabtu, 25 Oktober 2008
Insan Kamil
Label:
Renungan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar