Tak Terdata Jamkesmas, Biaya Operasi Tak Terjangkau
Midun Alfarisi terbaring lemah dipelukan ibunya, Juliana (25), Sabtu (10/1) siang. Tangannya terkulai dan matanya setengah terpejam. Mungkin sedang mengantuk, mungkin pula menahan sakit. Sejak empat hari lalu Midun demam dan tak mau makan sesuap pun. Dia hanya mau minum.
Uray Ronald, Pontianak
“Bubur katanya pahit. Malam hari dia sering nangis dan mengeluh perutnya sakit,” ujar Juliana lirih. Demam panas yang mendera putra sulungnya itu membuat dia khawatir. Juliana pun segera membawa Midun ke puskesmas untuk diobati. Setelah diperiksa, ternyata tidak banyak yang bisa diperbuat oleh tenaga medis.
Demam yang dialami buah hatinya itu diperkirakan terjadi karena pengaruh atau reaksi dari ususnya yang menyembul dari permukaan kulit perut. Belakangan ini, ukuran usus yang tersembul di perut Midun bagian kiri bawah memang semakin besar. Warnanya kemerahan. “Dulu kecil,” kata Juliana, “sekarang mungkin sudah lima senti.” Operasi harus segera dilakukan kembali untuk menolong bocah malang itu yakni operasi pembuatan anus atau saluran pembuangan.
Sejak dilahirkan dua tahun enam bulan yang silam, Midun tak memiliki anus sebagaimana layaknya anak lain. Ketika usianya menginjak enam bulan, dia dioperasi. Dalam operasi itu, dokter “membuat” semacam lubang atau saluran di samping kiri bawah perutnya untuk pembuangan kotoran. Biaya operasi saat itu kira-kira Rp7 juta. Namun, Juliana beserta suaminya Adriansyah (29) tertolong karena mereka termasuk pasien Askeskin sehingga pelayanan bisa diakses dengan gratis.
Pascaoperasi, Midun sehat dan ceria sebagaimana bocah seusianya. Dia senang bermain. Tubuhnya pun berkembang semakin montok. Tetapi sejak beberapa bulan terakhir, keceriaan itu sirna seiring terjadinya pembengkakan pada saluran pembuangan buatan di perutnya. “Sekarang badannya kurus. Kalau buang air dia nangis terus,” kata Juliana yang bermukim di Jalan Komodor Yos Sudarso Gang Karya Tani Nomor 1 Pontianak Barat itu.
Kondisi Midun sudah diadukannya pula ke rumah sakit tempat di mana operasi pertama dilakukan. Menurut keterangan dokter, operasi lanjutan memang harus dilaksanakan segera. Dokter bilang, sebelumnya sudah ada beberapa kasus serupa yang ditangani dan operasi berjalan sukses. Mendengar pernyataan demikian, terbit harapan di hati Juliana dan suaminya. Namun sayang, biaya yang dibutuhkan untuk operasi tersebut sangat besar.
Bukan cuma itu, ketika pergantian Askeskin menjadi Jamkesmas, keluarganya tidak terdata oleh RT setempat. Akibatnya pelayanan gratis tak bisa lagi diakses. Untuk membiayai secara mandiri, Juliana merasa tidak sanggup. Suaminya bekerja sebagai buruh pelabuhan sementara dia hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Upaya-upaya agar mereka termasuk dalam Program Jamkesmas sudah dilakukan berulang kali dengan menghadap instansi terkait tetapi belum membuahkan hasil.
“Beberapa hari lalu suami saya menghadap Bagian Kesra di pemkot. Katanya bisa dimasukkan Jamkesmas tetapi harus dengan persetujuan walikota. Sayangnya saat itu walikota sedang tidak berada di tempat,” terangnya. Meski kecewa, Juliana tetap berharap. Dia pun terus berdoa agar dalam waktu dekat ini akan ada solusi untuk menolong Midun.
Dia tak kuasa melihat putranya itu terus menangis sepanjang malam, merintih dan mengaduh karena kesakitan. Para dermawan bisa memberikan bantuan untuk pengobatan Midun dengan mendatangi rumahnya. Bantuan dermawan sangatlah berarti agar Midun kembali ceria dan bermain dengan teman sebayanya. Mari ulurkan tangan meringankan penderitaan Midun. (*)
Metropolis 11 Januari 2009
Minggu, 11 Januari 2009
Midun, Dua Tahun Bertahan Tanpa Anus
Label:
Jurnalistik
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar