Minggu, 23 Maret 2008

Struktur Piramida Terbalik, Itu Basi

Ketika mengikuti Pelatihan Jurnalistik Intensif IV di Lembaga Pers Dokter Sutomo (25 Maret-26 April 2008), ada banyak hal baru dan yang tak terduga disampaikan oleh pengajar. Para dosen yang semuanya dedengkot jurnalistik itu kadang-kadang memberikan materi yang rada nyeleneh. Mengenai struktur piramida terbalik misalnya. Menurut mereka, struktur piramida terbalik (menyajikan fakta terpenting di awal berita) itu sudah ketinggalan zaman.

"Itu sudah kuno. Sekarang tidak dipakai lagi itu," kata Atmakusumah. Masmimar Mangiang dan Maskun Iskandar, di kesempatan berbeda juga mengungkapkan hal yang sama. Ketiga dosen tersebut mengatakan, struktur piramida terbalik hanya mungkin dipakai untuk berita-berita pendek dalam sebuah koran. Nah, kalau berita-berita lain, terutama yang relatif panjang, bisa dipastikan strukturnya bukan piramida terbalik.



Sejarah Piramida Terbalik


Menurut Masmimar, munculnya media berawal ketika warga Amerika Serikat membutuhkan banyak informasi tentang jadwal keberangkatan dan ketibaan kapal yang tiba ke negeri tersebut. Ketika itu, AS banyak didatangi oleh bangsa-bangsa dari daratan Eropa dan distribusi informasi kian dibutuhkan. Kapal-kapal yang singgah ke benua ini pun semakin banyak. Saat itulah muncul selebaran dan pengumuman yang menjadi cikal bakal media cetak.

Sebelum 1890, struktur berita dalam media masih belum jelas. Tidak ada aturan baku alias terserah penulis. Sesudah 1890, Associated Press memulai struktur piramida terbalik, menyajikan informasi terpenting di awal berita. Hal ini dilatarbelakangi oleh dinamika masyarakat setempat yang mana penduduk AS saat itu sudah menjadi masyarakat industri dan banyak kesibukan sehingga waktu untuk membaca semakin sedikit. "Tetapi waktu itu model piramida terbaliknya beda. Info terpenting yaitu 5 W dan 1 H dijejalkan dalam lead sehingga lead-nya panjang," jelasnya.

Kemudian, di tahun 1920, radio lahir. Kelahiran radio ini pun berpengaruh terhadap struktur piramida terbalik. Ketika itu, penyiar radio kesulitan dalam membaca berita karena lead-nya yang sangat panjang. Pada tahun 1922, piramida terbalik yang sebelumnya menjejalkan 5 W dan 1 H di awal berita diubah menjadi lebih singkat, hanya memasukkan 3 dari 5 W terpenting. Itulah yang dijadikan sebagai standar jurnalisme.

Menjelang akhir 1940, televisi ditemukan dan ikut menyiarkan berita. Kecepatan televisi dalam menyiarkan tak tertandingi oleh surat kabar harian, meskipun surat kabar harian terbit dua kali sehari. Banyak yang meramalkan masa-masa tersebut sebagai dekade matinya surat kabar harian. Namun, penggerak surat kabar harian tak kehabisan akal. Guna menyiasati masalah ini, struktur piramida terbalik kembali berubah. Dari yang awalnya piramida terbalik tunggal, menjadi piramida terbalik yang bersusun-susun.

"Peran berita dalam surat kabar harian bergeser. Dari yang awalnya mengabarkan dengan segera berubah ke menjelaskan suatu persoalan. Ketika itu, peran mengabarkan dengan segera sudah diambilalih oleh TV dan radio," jelasnya. Untuk peristiwa kecil, kata Masmimar, masih mungkin menggunakan struktur piramida terbalik tunggal. Namun, untuk peristiwa atau isu besar, itu tidak bisa lagi. Hard news pun menjadi semakin mirip feature.

Tidak ada komentar: